Home Berita Dinasti Politik dan Politik Dinasti

Dinasti Politik dan Politik Dinasti

1120
0

Bima, Peloporkrimsus.com – “Sejarah bukan hanya mencatat para pahlawan, tetapi juga mencatat para penghianat”

Model politik yang paling klasik, iatu membentuk dinasti dalam politik, sejak era Yunani kita membaca raja-raja saat itu menempatkan, anak, menantu atau iparnya untuk menguasai daerah-daerah koloni atau taklukan baru. di Italia sebelum renaisance seperti yang utuh digambarkan oleh Nicollo Maciaveli dalam Il Principe dan Sang Penguasa, raja-raja Italia pun menggunakan keluarga dan kerabat dengannya untuk menguasai daerah taklukan mereka, era Turki Ottoman juga demikian anak, menantu dan kerabat raja ditempatkan menjadi gubernur di setiap daerah jajahan dan taklukan, Bahkan tidak jarang untuk menguasai tahta dan koloni pangeran-pangeran menikahi adik perempuannya sendiri, bahkan selir-selir raja (ayahnya) setelah raja turun tahta, mafat atau moksa, politik dinasti, cocok untuk jaman itu.

Era Modern, terutama setelah konsep republik dan trias politika diperkenalkan, berkuranglah pendekatan dinasti dalam sistem politik, Tetapi di Indonesia konsep politik dinasti mulai diperkenalkan kembali oleh Soeharto, dijaman pak Harto anak dan kerabat diangkat jadi mentri dalam kabinet, di jaman pemerintahan Jokowi, Putri Megawati, Puan Maharani, diangkat mentri, yang terahir menjadi ketua DPR RI, tidak keliru, karena dalam negara demokrasi praktek-praktek seperti itu lajim terjadi, karena dalam demokrasi itu sah dan konstitusional, lalu dimana akar masalahnya? masalahnya ada dalam partai politik, oligarkhi dalam partailah yang kemudian melakukan distribusi kader yang berpihak pada pemilik saham mayoritas dalam organisasi.

Jika kita kedaerah, Kabupaten Bima tengah mengarah pada praktek politik dinasti, Bupati dan ketua DPRD adalah Ibu dan anak Kandung, apakah keliru? Tidak, itu benar dalam demokrasi, Konstitusi negara tidak membatasi itu, hanya pada soal etis sosial kemasyarakatan saja itu seolah-olah mencedarai nurani publik, tetapi tidak menjadi soal yang substansi karena tidak menabrak konstitusi negara, tentu akar persoalannya ada pada oligarkhi dalam partai politik.

Akumulasi modal dan kekuasaan pada tangan segelintir orang, konsekwensinya menghambat distribusi, karena pertimbangan penempatan kader sesuai saham yang ia miliki, nah Dae Yandi kebetulan memegang akumulasi modal dan kekuasaan yang ia warisi dari Almarhum Ayah dan Ibunya yang kebetulan juga ketua DPD II Golkar (Bupati Bima), Apalagi budaya Patron dan Paternalis yang mengakar kuat dalam tubuh sosial dan budaya, kemudian membentuk rezim dalam budaya struktural sektor formal, Bukan karena kebetulan Yandi mewakili satu kelas Patronclan, ia Jenateke, anaknya seorang raja, tumbuh dalam cultur keluarga kerajaan yang sangat kental nilai dan feodal, wajar jika akumulasi kekuasaan dan modal ia pegang, dan wajar pula dalam budaya dan cultur politik yang oligarkhis ia menempati posisi puncak di tingkat legislator daerah. Fenomena politik seperti ini bukan hanya terjadi diBima tetapi terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia yang dimasa lampau punya latar belakang kerajaan.

Tidak semua masyarakat kita bisa menerima keadaan, Kok Ibu dan anak mengelola Daerah? Sah dan legal karena tidak menabrak konstitusi, Tidak ada satu ayatpun dalam konstitusi membatasi praktek demikian.

Apakah oligarki dan dinasti politik baik? baik, bahkan dalam sejarah, praktek oligarkhi dan dinastilah yang mengubah wajah dunia, bukan melulu itu praktek KKN, ada kualitas mereka yang berada dalam oligarkhi, yang berbahaya itu apabila dalam oligarkhi dilekatkan praktek Feodalisme,” Apa Kata Dae, Yes Dae”, kenapa feodalisme itu berbahaya? Feodalisme itu sistem, beda ya feodal dengan feodalisme (tanya Google).

Bahaya itu, apabila Kekuasaan yang dikelola oleh Ibu (Bupati) anak (Ketua DPRD) kemudian melakukan pendekatan sistem ditubuh birokrasi, dari birokrasi yang rasional menjadi birokrasi yang berpakem feodal, apa kata Dae, asal Dae senang tanpa argumentasi, pokoknya ikut saja.

Jika Banyak komentar, dan kritik, mau dibawa kemana pemerintaha dibawah kendali Ibu dan anak ini? Pemerintahan dimana pun butuh kontrol dari masarakat, kontor NGO, kontrol civil sociaty, kontrol LSM, kontrol Media, butuh kontrol DPRD jika lembaga-lembaga kontrol ini lumpuh, maka akibat dari kekuasaan model dinasti akan semena-mena, tetapi yakin saja lembaga-lembaga kontrol ini akan bekerja sesuai dinamika yang mereka hadapi, karena mereka juga butuh simpati publik.

Saat ini kita percaya, ditangan kalian daerah ini akan lebih baik, dan waktu adalah mahkamah yang menghukum siapapun yang Lupa, bahwa kita semua adalah manusia. Ashar S Yaman Sekretaris DPC SATRIA Kab.Bima. (MUCH)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here