Kotabaru,peloporkrimsus.com – MAKAM dan nisan memiliki daya tarik tersendiri karena merupakan hasil kebudayaan. Makam biasanya memiliki batu nisan. Di samping kebesaran nama orang yang dikebumikan pada makam tersebut, biasanya batu nisannya pun memiliki nilai budaya tinggi. Pada umumnya sebuah makam atau nisan pada orang Islam dibuat untuk mengenang atau menghormati kebesaran nama seseorang yang telah lama meninggal dan dikebumikan pada area pemakaman tertentu di suatu daerah.
DALAM sudut pandang agama, nisan tentunya suatu simbol. Simbol tentang kematian. Karena tidak ada sesuatu yang abadi. Yang abadi adalah keabadian itu sendiri. Demikian halnya kehadiran Islam di Kalimantan Selatan. Diwarnai mozaik keberadaan nisan pada makam-makam Islam. Uniknya, dari seluruh wilayah seantero Borneo, terdapat nisan raksasa di wilayah Desa Bangkalaan Melayu, Kecamatan Kelumpang Hulu, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Nisan itu adalah nisan pada Komplek Makam Pangeran Agung. Keunikannya adalah ukuran nisan yang lumayan besar dan tinggi. Bahkan bisa dianggap nisan “raksasa”.
Nisan ini adalah nisan pada Makam Pangeran Agung (Adji Pati). Terdiri dari dua nisan dari kayu ulin yang sudah aus dimakan usia. Nisan berukuran tinggi 236 centimeter atau sekitar dua meter lebih. Kemudian, diameter badan bawah nisan 41 centimeter, diameter puncak-kepala nisan- 50 centimeter. Selanjutnya luas pangkal nisan 22×24 centimeter persegi, dan jarak antar nisan 225 centimeter atau lebih dua meter.
Untuk menuju ke kawasan komplek makam, dari Kota Batulicin, Ibu kota Kabupaten Tanah Bumbu, menempuh jalan darat sekitar dua jam ke Kota Cantung, ibukota Kecamatan Kelumpang Hilir. Kemudian dari Kota Cantung, melalui jalan darat sekitar 40 menit ke Desa Karang Liwar, yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Kelumpang Hulu. Dari Desa Karang Liwar, melalui jalan perkebunan sawit sekitar 5 kilometer ke lokasi makam.
Pada komplek pemakaman ini terdapat beberapa makam tua, tetapi yang dikenal adalah Makam Pangeran Agung (Aji Pati) dan istrinya Ratu Intan II (Aji Tukul). Kedua makam ini berorientasi Utara-Selatan dengan kondisi nisannya yang terbuat dari kayu cukup memprihatinkan karena lapuk dimakan usia.
Desa Bangkalaan Melayu merupakan daerah pantai yang pada umumnya terdiri dari dataran rendah dengan luas 81,9 meter persegi atau 4,64 persen dari keseluruhan luas Kecamatan Kelumpang Hulu.Apabila diperhitungkan jarak dari Ibukota Kabupaten Kotabaru ke Desa Bangkalaan Melayu, jaraknya sekitar 130 kilometer. Jarak tempuh sekitar 4 jam, 35 menit. Dalam komplek pemakaman Pangeran Agung yang telah dibuatkan bangunan permanen oleh Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kotabaru.
Selain ukurannya yang besar, keunikan pada nisan terdapat hiasan geometris, flora dan Kaligrafi Huruf Arab. Kaligrafi tersebut memiliki langgam Kufi. Hiasan geometris terdapat pada puncak dan kepala nisan. Pada nisan terdapat inskripsi Huruf Arab, yang ditempatkan pada delapan panel vertikal. Pada panel satu terdapat inskripsi Huruf Arab. Pada panel kedua tidak terdapat inskripsi. Pada panel ketiga terdapat inskripsi huruf Arab yang kondisinya sama dengan panel satu- yang terdiri dari 21 baris.
Pada panel keempat dan kelima juga terdapat inskripsi Huruf Arab yang juga kondisinya sama dengan panel satu. Pada panel keenam sampai kedelapan tidak terdapat inskripsi. Dari tampilan fisik berupa nisan berornamen, beragam hias yang rumit dengan bentuk struktural nisan mengacu pada komposisi simetri segi delapan. Tulisan pada nisan menggunakan khat Arab Melayu, langgam Kufi. Dari segi bahasa, hampir semua tulisan di panel simetri segi delapan pada nisan tersebut berbahasa Arab berupa doa, zikir, dan ayat Alquran yang menggunakan bahasa Arab. Demikian juga dengan tata letak inskripsi, pada umumnya diletakkan di sekeliling nisan.
Sementara jirat makam yang diperkirakan terbuat dari kayu sudah lapuk dimakan usia sehingga jirat yang ada hanya sisa sisa kayu yang masih ada. Sangat disayangkan, pada inskripsi pada batu nisan Adji Pati Pangeran Agung, tidak terdapat tulisan-tulisan yang berisikan riwayat kematian (hari, tanggal, bulan dan tahun wafat).
Padahal, tulisan-tulisan tersebut sangat penting artinya karena dari rekaman itu diperoleh catatan sejarah yang sahih. Inskripsi pada beberapa panel pada makam Aji Pati Pangeran Agung, umumnya rusak dan tidak bisa terbaca. Hanya satu panel yang masih bisa terbaca yaitu panel ketiga.
Versi pertama, tulisan ini berbunyi “Yajidu ‘Alat tha’am Fi ayyam Ja’ Hum baitan Illahum wa ma hal batana Lahu min ilaina A’… Wayuriduhu namin musna Wawaffiqna Lahu min Arrabbani Allahu Aa kasa.” Kemudian versi yang kedua ” Bajidu Alaihum Piayyan Jahim bita Allahum bita Wama hal batina Lahu minallahu A’b ……….. Wayurituhu Na mina Musanat Wawafafat Lahuna Arrabbaani Allahu Ina kasim,”.
Hasil pembacaan inskripsi tersebut, dibagi menjadi dua versi karena umumnya bahasa yang dipergunakan bervariasi antara Bahasa Arab berupa doa (dicirikan dengan munculnya kata Allahumma dan Arrabbani, Allahu, Allahum, Lahu minallahu dan kata lainnya), bahasa lokal (belum bisa dipastikan apakah Bahasa Melayu, Banjar, atau Pasir atau Bahasa. Karena itulah, inskripsi diatas belum diterjemahkan ke Bahasa Indonesia untuk menghindari kesalahan tafsir dan pengartian sehingga interpretasi sejarah bisa menjadi bias.
Jika diamati pada nisan, dapat diperoleh informasi bahwa tulisan-tulisan tersebut memiliki ciri khusus (ciri lokal). Salah satu ciri dari tulisan tersebut adalah pada umumnya tidak memiliki tanda baca (penanda/harakat). Ciri lainnya adalah tidak terdapat huruf yang “meniru” teks alquran. Seperti misalnya huruf Ain bertitik tiga di atasnya, huruf Ka bertitik satu di atasnya, huruf Jin bertitik tiga di bawahnya, dan sebagainya.
Adapun nisan makam ini hanya 2 buah terbuat dari kayu (ebonik/kayu hitam atau ulin?) berbentuk gada, terdiri atas tiga bagian yaitu bagian bawah, bagian tengah dan bagian atas, masing-masing bagian bagian di batasi oleh pelipit. Ragam hias nisan dengan pola tumpal dibuat dengan cara memahat sehingga nampak berbentuk ornament timbul.
Tulisan langgam khufi pada pada nisan makam Aji Pati Pangeran Agung tersebut, tetap memperlihatkan keindahannya, terutama ditinjau dari segi kesempurnaan anatomi huruf, sistem tata letak (layout), struktur (komposisi garis dan ruang), dan kaidah penulisan yang tetap patuh pada syarat-syarat sebuah tulisan yang bagus atau indah.
Keunikan dan keindahan tulisan pada batu nisan tersebut juga tampak pada teknik penulisannya, yakni semua tulisan pada makam tersebut dibuat melalui teknik pahatan timbul sehingga menghasilkan ritme dan dimensi kedalaman sehingga tampak unik. Selain itu, keindahan atau nilai-nilai estetis dalam khat makam tersebut, tercermin dalam kandungan makna tulisan yang terkadang mengandung unsur sufisme.
Khusus ragam hias geometris flora yang ada di nisan Adji Pati Pengeran Agung, dicirikan dengan penempatan ragam hias floraistis dan geometris dan bentuk pilin yang pada umumnya mengambil tempat pada bidang jirat makam. Dibandingkan dengan makam makam pada kerajaan kerajaan Islam di Indonesia pada umumnya, terdapat juga makam dengan menggunakan ragam hias medallion dan inskripsi yang berisi kalimat Allah dan Muhammad dalam bentuk yang disamarkan menempati gunungan dan nisan makam.
Lebih khusus lagi pemberian hiasan dekoratif ini hanya ditemukan pada bangunan makam besar dan berundak sedangkan pada jirat makam monolit tidak diberi hiasan sama sekali.
Tulisan itu juga memaparkan pemikiran yang menceminkan zamannya, di samping nilai seni dan kepiawaian yang sangat tinggi. Melalui epigrafi itu pula, diperoleh informasi bahwa sejak dahulu agama dan ajaran Islam telah dianut oleh pemeluk-pemeluknya di wilayah Bangkalaan Melayu. Catatan yang terekam pada batu nisan tersebut, juga telah menjadi bukti sejarah yang sekaligus sebagai bukti kepiawaian serta ketinggian daya imajinasi dan kreativitas seniman lokal masa kerajaan Bangkalaan (sekitar abad ke-19).
Siapa Adji Pati Pangeran Agung? jawabannya terdapat dalam “Silsilah Raja Raja Tanah Bumbu” yang disusun oleh Hendri Nindyanto (alm), keturunan Raja Cantung. Dalam silsilah tersebut tertulis Aji Pati Pangeran Agung adalah putra Sultan Sulaiman II Alamsyah (Adjie Panji), Sultan Pasir yang memerintah tahun 1799-1811. Dalam silsilah tersebut jelas tertulis nama “Adji Pati bin Sultan Sulaiman” yang mengawini Ratu Intan 2 (Aji Tukul), putri Aji Jawa, Raja Cantung (1825-1841).
Pada sumber lokal lainnya, yang menuliskan asal usul Aji Pati Pangeran Agung, adalah “Silsilah Raja Raja Tanah Bumbu”, yang tidak diketahui penyusunnya, koleksi Antung Saini (penjaga makam Pangeran Agung). Dalam silsilah ini tertulis Adji Pati Pangeran Agung adalah adik keempat raja Pasir, suami Ratu Intan II binti Aji Jawa (Aji Doya). Apabila menganalisis sumber ini, kemungkinan besar, Adji Pati adalah adik Sultan Ibrahim Alamsyah (Adjie Sembilan) bin Sultan Sulaiman II Alamsyah (Adjie Panji) yang memerintah Kerajaan Pasir tahun 1811-1816.
Sementara pada sumber kolonial, seperti tulisan Schwaner, yang delapan tahun berdiam di Tanah Bumbu tahun 1845-1853, menyebut bahwa Aji Pati (Pangeran Agung) bin Sultan Sulaiman dari Pasir (memerintah pada tahun 1845-1846) sebagai Raja Bangkalaan, Manunggul dan Cengal. Aji Pati adalah suami dari Aji Tukul. Aji Tukul (Ratu Intan II/Ratu Agung) binti Aji Jawa (1845).
Setelah memerintah selama satu tahun yakni tahun 1847-1848, akhir masa pemerintahan Aji Pati Pangeran Agung berakhir setelah beliau meninggal tahun 1848. Aji Pati (Pangeran Agung) bin Sultan Sulaiman dari Pasir (1845-1846) wafat sebagai Raja Bangkalaan, Manunggul dan Cengal.(Team)