Gresik,peloporkrimsus.com – Bencana alam yang sering terjadi di pulau Bawean akhir-akhir ini menjadi tugas bersama untuk mencari penyebab dan mengatasinya.
Forkopimcam Sangkapura bersama Badan Konservasi Sumber Daya Alam Resort 11 Wilayah Bawean menggelar rapat koordinasi, Pukul 09:00 WIB di Pendopo Kantor Kecamatan Sangkapura, Senin (30/1/2023).
Kegiatan ini dihadiri Sekcam Sangkapura, Umar Junid, S. Sos., M.M mewakili Camat Sangkapura, Kepala KSDA 11 Bawean Nur Syamsi beserta jajarannya, Bripka Suryadi anggota Polsek Sangkapura, Peltu Made Suarka anggota Koramil 0817/17 Sangkapura, Kepala Desa Se-Kecamatan Sangkapura, Aktivis dari Mahasiswa Pecinta Lingkungan dan Alam (Mapala), Kepala UPT PJJ dan SDA Bawean Ansari Lubis, Kepala UPT Pengelola Prasarana Perhubungan Bawean Nasrullah, dan turut hadir sebagai narasumber dari Balai Besar BKSDA Jatim, Agus Harianto, S.Hut., M.Sb.
Dalam sambutannya Umar Junid, S. Sos., M.M mengungkapkan, musibah bencana alam yang terjadi akhir-akhir ini di pulau Bawean khususnya di Kecamatan Sangkapura patut kita cari tahu apa penyebabnya dan segera untuk diatasi bersama guna satu misi dalam penanggulangan bencana alam tersebut.
“Beberapa upaya untuk mencegah adanya bencana banjir dan longsor di pulau Bawean, yaitu melalui kegiatan penanaman pohon di daerah hulu, rehabilitasi hutan dan lahan, membuat bangunan konservasi tanah dan air seperti sumur resapan, serta pengerukan sungai yang mulai dangkal”, ungkap Umar Junid.
Nur Syamsi mengatakan, luas wilayah konservasi di pulau Bawean sekitar 4.556,60 hektar. Lokasi tersebut ada dua kawasan penyangga yakni kawasan tanah gigi dan tanah masyarakat yang berbatasan dengan kawasan konservasi, dimana tanah masyarakat yang banyak terjadi adanya penebangan kayu yang tidak teratur.
Syamsi, sapaan akrab Kepala Resort Konservasi wilayah 11 Bawean berharap setiap Kepala Desa di masing-masing wilayah harus tahu terhadap aktivitas penanaman pohon sengon, sekaligus penebangan dari pohon sengon tersebut yang dilakukan oleh masyarakatnya, katanya.
“Penebangan pohon sengon yang tidak ramah lingkungan merupakan tanggung jawab dan hak dari setiap Kepala Desa untuk menertibkan dan mengaturnya”, ujar Syamsi.
Selanjutnya, Agus Harianto, S.Hut., M.Sb, selaku narasumber mengatakan, jika di musim kemarau kekurangan air dan di musim penghujan tidak terjadi banjir dan longsor hal ini baru bisa dikatakan berhasil, namun jika hal tersebut terjadi terbaik maka ada permasalahan yang perlu dicari tahu penyebabnya dan dilakukan kajian lebih lanjut.
Melihat bencana banjir yang terjadi di pulau Bawean bisa disebabkan karena open area atau banyaknya lahan terbuka dan kritis, begitu hujan lebat dengan intensitas yang tinggi akan menimbulkan longsor karena tidak ada penahan tanah tersebut, akibat dari longsor yang akumulasi bertahun-tahun akan mengakibatkan pendangkalan pada sungai, ungkanya.
Lebih lanjut, Agus Harianto menjelaskan, adanya pendangkalan sungai yang berkelanjutan apabila hujan lebat turun akan mengakibatkan bencana banjir. Bencana alam tersebut bisa ditanggulangi dengan penanganan adanya penanaman-penanaman pohon di lahan yang terbuka atau gundul, serta dilakukan pengerukan aliran sungai yang sudah mulai dangkal.
Untuk menyikapi hal tersebut, diharapkan pihak-pihak terkait mulai sekarang bersama-sama melaksanakan penanggulangan adanya bencana alam di pulau Bawean, tandas Agus Harianto.
Salah satu aktivis peduli lingkungan dan alam di pulau Bawean angkat bicara menyikapi permasalahan yang sering terjadi. Bung Heri mengungkapkan, semenjak tahun 2020 banyak fenomena yang menarik yang membuat pihaknya bersama MAPALA Bawean bergerak turun ke sungai, masuk ke hutan, dan ke gunung untuk mencari tahu penyebab adanya bencana alam yang sering terjadi.
“Dari observasi yang dilakukan banyak ditemukan di daerah hulu terdapat lahan yang sudah dirubah menjadi lahan terbuka atau gundul, hal ini jika intensitas hujan lebat terjadi di area pegunungan akan berakibat adanya banjir karena sudah tidak ada resepan air yang maksimal”, ujarnya.
Dampak dari semua bencana ini pulau Bawean saatnya sekarang perlu adanya Pos Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Permasalah bisa disebabkan 50% ada di titik hulu dan selebihnya bisa terdapat di bagian tengah dan hilir sungai, dan masalah ini diharapkan mulai sekarang ini pihak Pemerintah Desa bersama pihak Pemerintah Kecamatan serta pihak-pihak terkait mulai mencari fakta untuk kajian dalam mengatasi masalah bencana alam di pulau Bawean, pungkas Bung Heri. (Fairi)