BATULICIN, peloporkrimsus.com – Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) terus memperkuat komitmennya dalam melindungi dan mengakui keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA). Langkah ini menjadi bagian penting dari upaya menjaga keseimbangan lingkungan hidup dan melestarikan kearifan lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Kepala Bidang Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup (PPK LH) DLH Tanah Bumbu, Syahrojat, menjelaskan bahwa landasan hukum mengenai pengakuan MHA telah tertuang dalam berbagai regulasi, termasuk Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2023 yang secara khusus mengatur tata cara pengakuan masyarakat hukum adat di daerah.
“Kalau di regulasi memang sudah diamanatkan, terutama dalam perlindungan dasar di pasal 16A, yaitu perlindungan terhadap masyarakat hukum adat. Namun secara teknis, aturan turunannya memang masih terus kita sempurnakan,” ujar Syahrojat saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (13/10/2025).
Ia menegaskan bahwa Masyarakat Hukum Adat memiliki perbedaan mendasar dengan organisasi sosial atau komunitas adat seperti Dewan Adat Dayak (DAD). Menurutnya, MHA merupakan satu kesatuan masyarakat yang secara turun-temurun bermukim di wilayah tertentu dan memiliki sistem nilai, adat istiadat, serta tata kelola sendiri yang diakui oleh negara.
“Kalau organisasi seperti DAD itu bisa berdiri di mana saja, sifatnya lebih ke organisasi profesi. Sementara masyarakat hukum adat itu benar-benar melekat dengan tanah dan wilayahnya. Mereka memiliki sejarah, aturan adat, dan tata kehidupan yang sudah berlangsung sejak lama. Nah, keberadaan inilah yang harus kita akui dan lindungi,” terangnya.
Hingga kini, lanjutnya, sudah terdapat empat Masyarakat Hukum Adat yang teridentifikasi di Kabupaten Tanah Bumbu, yakni MHA Tamunih, Emil Baru, Gunung Raya, dan Sejahtera Mulia. Dari empat tersebut, MHA Tamunih telah memperoleh Surat Keputusan (SK) pengakuan resmi dari Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu, sementara tiga lainnya masih dalam proses verifikasi dan pengusulan.
“Yang sudah kita keluarkan SK-nya itu Tamunih. Sedangkan satu lagi saat ini sedang kita siapkan di Kecamatan Satui, tepatnya di Desa Sejahtera Mulia,” jelasnya.
Menurut Syahrojat, pengakuan kelembagaan MHA merupakan langkah awal sebelum menuju pengakuan wilayah adat dan hutan adat. Setelah kelembagaan diakui, masyarakat hukum adat dapat mengajukan hak pengelolaan terhadap wilayah dan hutan adatnya secara resmi sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Selain sebagai bentuk perlindungan hak atas wilayah adat, pengakuan terhadap MHA juga memiliki makna penting dalam pelestarian lingkungan berbasis kearifan lokal. Banyak praktik adat yang sejatinya mencerminkan prinsip kelestarian alam, seperti pengelolaan hutan secara berkelanjutan, larangan berburu di musim tertentu, dan ritual adat yang menghormati sumber daya alam.
Namun demikian, Syahrojat juga mengingatkan perlunya penyesuaian antara kearifan lokal dan aturan lingkungan modern. Salah satu contohnya adalah praktik pembakaran lahan yang masih dianggap tradisi dalam beberapa masyarakat adat.
“Kadang masyarakat adat menganggap pembakaran itu bagian dari kearifan lokal. Tapi di sisi lain ada aturan lingkungan yang melarangnya. Di sinilah kita berupaya mencari titik temu, bagaimana tradisi bisa tetap dijalankan tapi tetap sesuai aturan dan tidak merusak lingkungan,” ujarnya.
Bidang PPK LH, sambungnya, memiliki dua fungsi utama yakni penataan dan peningkatan kapasitas lingkungan. Dalam konteks masyarakat hukum adat, peningkatan kapasitas dilakukan melalui pendampingan, inventarisasi, serta pembinaan kelembagaan adat agar masyarakat memahami hak dan tanggung jawabnya dalam menjaga lingkungan.
Selain itu, DLH Tanah Bumbu juga berencana menggandeng lembaga akademik, organisasi masyarakat sipil, dan tokoh adat untuk memperkuat data serta mempercepat proses pengakuan wilayah adat di masa mendatang.
“Kita ingin pengakuan terhadap masyarakat hukum adat ini tidak hanya bersifat administratif, tapi juga menjadi momentum memperkuat pelestarian lingkungan berbasis nilai-nilai lokal,” tutur Syahrojat menegaskan.
Dengan langkah ini, Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu berharap seluruh Masyarakat Hukum Adat dapat diakui secara resmi dan memiliki kedudukan yang kuat dalam menjaga warisan budaya serta keberlanjutan lingkungan hidup di Bumi Bersujud.”(Team)