BANJARMASIN, peloporkrimsus.com –
Sejarah panjang Kesultanan Banjar di Kalimantan Selatan menyimpan banyak kisah kebijaksanaan dari para sultan yang pernah memimpin negeri ini. Salah satu sosok yang patut dikenang adalah Sulthan Muhammad Aminullah bin Sulthan Kuning, penguasa bijak yang dikenal sebagai Sulthan Banjar ke-11.
Meskipun hanya memerintah dalam waktu yang singkat — sekitar tahun 1759 hingga 1761 Masehi — kiprah beliau meninggalkan jejak mendalam bagi rakyat Banjar dan perjalanan sejarah kerajaan yang makmur di tepian Sungai Martapura.
Sulthan Muhammad Aminullah bukan hanya seorang raja, tetapi juga pribadi yang dikenal lembut, berwibawa, dan berjiwa spiritual tinggi. Ia merupakan keponakan sekaligus menantu dari Sulthan Tamjidillah, penguasa Banjar ke-10. Karena kedekatan dan kepercayaannya, Sulthan Tamjidillah memberikan amanah besar kepada menantunya itu untuk memimpin beberapa wilayah penting, seperti Banjarmasin, Tanah Laut, dan Pulau Laut.
Sementara itu, wilayah Banua Lima dipercayakan kepada Adipati Singosari, menantu lain dari Sulthan Tamjidillah. Adapun sang sulthan sepuh sendiri menetap di Keraton Martapura, pusat pemerintahan dan simbol kejayaan Banjar kala itu.
Ujian dan Ketabahan di Tengah Sakit yang Menguji
Dalam menjalankan roda pemerintahan, Sulthan Muhammad Aminullah dibantu oleh Mangkubumi Pangeran Wiranata. Namun, karena kondisi kesehatannya yang sering menurun, tugas kenegaraan kerap diwakilkan kepada Pangeran Suryawinata, seorang bangsawan berpengaruh dan bijak.
Berbagai upaya sareat dilakukan demi mencari kesembuhan. Diceritakan, sang sulthan beberapa kali melakukan perjalanan ke Pulau Laut dan bahkan ke pedalaman Dayak untuk mencari pengobatan tradisional. Namun takdir berkata lain — pada Senin, 4 Rabi‘ul Akhir 1175 Hijriah atau bertepatan dengan 2 November 1760 Masehi, beliau menghembuskan napas terakhirnya.
“Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn.”
Jenazahnya dimakamkan di tanah Pulau Laut, tempat yang kini menjadi saksi bisu atas akhir perjalanan seorang pemimpin yang tulus mengabdi kepada rakyat dan agamanya.
Warisan Kepemimpinan yang Terus Dikenang
Sulthan Muhammad Aminullah meninggalkan lima anak, yang saat itu masih kecil dan belum mampu memegang tampuk kekuasaan. Oleh karena itu, Pangeran Suryawinata diangkat sementara sebagai penguasa hingga akhirnya dinobatkan menjadi Sulthan Banjar ke-12 dengan gelar Sulthan Tahmidullah II, meneruskan kebijakan leluhur yang berlandaskan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Di bawah pemerintahan Sulthan Tahmidullah II, Kesultanan Banjar semakin berkembang. Hubungan politik dan perdagangan dengan Belanda di Banjarmasin diperkuat, namun jati diri dan budaya Banjar tetap terjaga kuat sebagai pusat kebudayaan dan spiritualitas Kalimantan Selatan.
Jejak Kebesaran yang Tak Terhapus Waktu
Sementara itu, Sulthan Tamjidillah yang berkedudukan di Martapura tetap berperan sebagai penasihat utama kerajaan hingga wafat pada 1764 Masehi. Setelahnya, tahta Kesultanan dilanjutkan oleh para penerus yang tetap menjaga marwah kerajaan Banjar di tengah tantangan zaman.
Kisah perjalanan hidup Sulthan Muhammad Aminullah kini menjadi bagian penting dalam warisan sejarah Banjar. Lebih dari sekadar catatan masa lalu, kisah ini adalah refleksi nilai kepemimpinan, pengabdian, dan kebijaksanaan yang layak dikenang oleh generasi sekarang.
Sebagaimana tercatat dalam pedatuan Pegustian Banjar, manaqib ini bukan hanya legenda, tetapi juga warisan spiritual dan kebudayaan luhur yang memperkaya identitas masyarakat Kalimantan Selatan.
Tulisan ini disarikan dari naskah manaqib versi Pedatuan Pegustian Banjar Kesultanan Banjar, sebagai bentuk pelestarian sejarah dan penghormatan terhadap para leluhur yang telah menorehkan kebesaran Banjar di panggung sejarah Nusantara.”(Team)



