Gresik, peloporkrimsus.com – Alun-Alun Sangkapura, Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur yang baru-baru ini selesai dilaksanakan Revitalisasi Tahap II Finishing (Perampungan) lanjutan belum serah terima dan diresmikan oleh Bupati Gresik, namun sudah digunakan untuk kegiatan resmi perayaan hari besar. Hal ini mendapat sorotan dan kritik “Pedas” seorang LSM Senior dari BCW, Dari Nazar, SH.
Dari Nazar, SH, yang berprofesi seorang advokat, menilai bahwa selama ini kegiatan yang ada di Kecamatan Sangkapura terlalu bergantung pada Alun-Alun Sangkapura sebagai lokasi utama penyelenggaraan berbagai upacara dan kegiatan resmi. Ketergantungan ini dinilai tidak mencerminkan pemanfaatan ruang publik yang maksimal.
Menurut Dari Nazar, SH, hal ini sangat berbeda dengan kegiatan di Kecamatan Tambak yang dianggap lebih fleksibel dan mampu mengadakan upacara di berbagai lokasi.
“Kalau di Kecamatan Tambak, upacara bisa dilakukan di mana saja. Di lapangan desa, halaman sekolah, area pesisir, bahkan di lahan terbuka yang sesuai. Tidak bergantung pada satu titik, misal lapangan sepak bola yang ada di desa Tambak,” ujar Dari Nazar, S.H.
Sementara itu, kegiatan di Kecamatan Sangkapura justru selalu menjadikan Alun-Alun sebagai pusat semua kegiatan, mulai dari upacara resmi, seremoni, sampai kegiatan komunal. Sedangkan kita ketahui, bahwa Alun-Alun Sangkapura baru selesai dikerjakan Revitalisasi dan belum serah terima dan diresmikan, Minggu (23/11/2025).
“Kegiatan Kecamatan Sangkapura terus bertumpu pada Alun-Alun Sangkapura. Seolah-olah tidak ada tempat lain yang bisa digunakan. Misal, Lapangan bola di Dusun Teluk, Desa Sungaiteluk, maupun Pesanggrahan di Dusun Boom, Desa Sawah Mulya. Padahal aturannya tidak membatasi ruang publik di dimanapun kegiatan itu ditempati sepanjang patut dan layak tempat yang dipilih untuk dijadikan pusat kegiatan” tegasnya.
Dari Nazar, SH., menekankan bahwa tidak ada hukum yang mengharuskan kegiatan masyarakat atau pemerintah hanya dilakukan di Alun-Alun Sangkapura. Ia menilai kebiasaan tersebut hanya pola lama yang tidak memiliki dasar wajib.
“Ini bukan soal boleh atau tidak, tapi soal kebiasaan yang akhirnya membatasi sendiri, seakan- akan kegiatan tanpa Alun-Alun Sangkapura kurang memuaskan, oleh sebab itu alangkah baiknya kegiatan kedepannya perlu lebih terbuka dalam memanfaatkan ruang publik lain, apalagi posisi Alun-Alun Sangkapura saat ini sudah memiliki fungsi lebih bagus, yakni sebagai taman kota,” tambahnya.
Ia berharap pemerintah kecamatan dan para penyelenggara kegiatan mulai mempertimbangkan lokasi-lokasi alternatif yang layak, aman, dan sesuai kebutuhan acara.
“Dampak Ekonomi Lokal: Memfokuskan kegiatan di satu titik dapat membatasi peluang ekonomi bagi pedagang atau pelaku usaha di area lain,” tegasnya.
(FR)



