Jambi.Peloporkrimsus.com – Hamdi Zakaria, A.Md Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Tim Masyarakat Pemerhati Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia (TMPLHK) dalam rapat rutin anggotanya di aula kantor bersama gabungan lembaga dan media mengatakan, kita para jurnalis dan anggota yang tergabung dalam TMPLHK Indonesia wajib memahami 5 bentuk sanksi Administratif untuk melindungi lingkungan hidup, papar Hamdi.
Menurut Hamdi Zakaria, sanksi Administratif untuk Melindungi Lingkungan Hidup
PEXEL Ilustrasi pencemaran udara
Istilah hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tercantum dalam UUD NRI 1945. Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 berbunyi: Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Bagi penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melanggar larangan yang terdapat pada Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka akan mendapatkan sanksi yang salah satunya yakni sanksi administratif. Ia juga dapat dikenakan sanksi perdata dan pidana.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sanksi administratif adalah perangkat sarana hukum administrasi yang bersifat pembebanan kewajiban/perintah dan/atau penarikan kembali keputusan tata usaha negara, yang dikenakan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas dasar ketidaktaatan terhadap ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah.
Sanksi tersebut dirincikan dalam Pasal 82 C UU No. 39/2009 dan Pasal 508 PP No. 22/2021 berupa teguran tertulis, paksaan pemerintah, denda administratif, pembekuan Perizinan Berusaha dan/atau pencabutan Perizinan Berusaha.
Untuk mengetahui lebih lanjut, berikut bentuk sanksi administratif yang diterapkan ke penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, ujar Hamdi.
Yang pertama kata Hamdi Zakaria, yaitu Teguran Tertulis (Pasal 510 PP No. 22/2021)
Sanksi ini tercantum pada Pasal 510 PP No. 22/2021. Sanksi administratif berupa teguran tertulis dapat diterapkan jika penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan melanggar ketentuan dalam Perizinan Berusaha, atau Persetujuan Pemerintah atau Pemerintah Daerah terkait Persetujuan Lingkungan, dan peraturan perundang-undangan di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang bersifat administratif.
Yang kedua sanksi Paksaan Pemerintah (Pasal 511 s.d 513 PP No. 22/2021)
Sanksi administratif berupa paksaan pemerintah diterapkan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan perintah dalam teguran tertulis dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Sanksi ini dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran tertulis jika pelanggaran yang dilakukan menimbulkan, ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup. Dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau kerusakannya.
Kerugian yang lebih besar bagi Lingkungan Hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau kerusakannya.
Sanksi administratif berupa paksaan pemerintah dapat dilakukan dalam bentuk,
Penghentian sementara kegiatan produksi.
Pemindahan sarana produksi. Penutupan saluran pembuangan air limbah atau Emisi.
Pembongkaran, Penyitaan terhadap barang atau alat transportasi yang berpotensi menimbulkan pelanggaran.
Penghentian sementara sebagian alat atau seluruh usaha dan/atau kegiatan.
Kewajiban menyusun DELH atau DPLH.
Tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi Lingkungan Hidup.Pemulihan tersebut dilakukan atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan. Beban biaya tersebut bersumber dari dana penjaminan untuk pemulihan fungsi Lingkungan Hidup.
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dapat diterapkan denda atas keterlambatan pelaksanaan paksaan pemerintah, kata Hamdi.
Hamdi Zakaria lanjutkan lagi, sanksi yang ketiga, Denda Administratif (Pasal 514 s.d. 520 PP No. 22/2021)
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dikenai sanksi administratif berupa denda administratif jika memenuhi kriteria,
Tidak memiliki Persetujuan Lingkungan namun telah memiliki Perizinan Berusaha,
Tidak memiliki Persetujuan Lingkungan dan Perizinan Berusaha, Melakukan perbuatan yang melebihi Baku Mutu Air Limbah dan/atau Baku Mutu Emisi, sesuai dengan Perizinan Berusaha, Tidak melaksanakan kewajiban dalam Perizinan Berusaha terkait Persetujuan Lingkungan, Menyusun Amdal tanpa sertifikat kompetensi penyusun Amdal,
Karena kelalaiannya, melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya Baku Mutu Udara Ambien, Baku Mutu Air, Baku Mutu Air Laut, baku mutu gangguan, dan/atau Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup yang tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha terkait Persetujuan Lingkungan yang dimilikinya; dan/atau
Melakukan perbuatan yang mengakibatkan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup, di mana perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaian dan tidak mengakibatkan bahaya kesehatan manusia dan/atau luka dan/atau luka berat, dan/atau matinya orang.
Denda tersebut merupakan penerimaan negara bukan pajak yang wajib disetorkan ke kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penerimaan negara bukan pajak. Denda Administratif ini diterapkan bersamaan dengan paksaan pemerintah.
Kemudian saksi keempat Pembekuan Perizinan Berusaha (Pasal 521 PP No. 22/2021)
Pembekuan Perizinan Berusaha tersebut ditetapkan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah, tidak membayar denda administratif, dan/atau tidak membayar denda setiap keterlambatan atas pelaksanaan paksaan pemerintah.
Dan sanksi yang kelima yaitu Pencabutan Perizinan Berusaha (Pasal 522 PP No. 22/2021)
Pencabutan Perizinan Berusaha diterapkan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang, Tidak melaksanakan kewajiban dalam paksaan pemerintah, Tidak membayar denda administratif, tidak membayar denda administratif,
Tidak membayar denda atas keterlambatan pelaksanaan paksaan pemerintah
Tidak melaksanakan kewajiban dalam pembekuan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah, dan/atau melakukan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang tidak dapat ditanggulangi atau sulit dipulihkan.
administratif tersebut, terdapat sanksi administratif lapis kedua. Sanksi ini ditentukan dalam Pasal 523 PP No. 22/2021.
Menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, dalam hal menteri menganggap Pemerintah Daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Adapun sanksi administratif lapis kedua ini diterapkan oleh menteri berdasarkan hasil pengawasan yang dimaksud pada Pasal 502 PP No. 22/2021.
Demikian penjelasan dan bentuk sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam rangka Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, agar kita yang hadir hari ini, bisa memahami dan bisa mengawal kerja DLH yang turun dalam menindak lanjuti setiap pengaduan warga melalui TMPLHK Indonesia, tutup Hamdi Zakaria, A.Md Ketum DPP TMPLHK Indonesia yang notabene juga sebagai Kaperwil media Patroli86.com untuk wilayah Provinsi Jambi, yang juga pimpinan kantor bersama media dan lembaga ini.(Sch)