Home Berita Jejak Raden Zakaria, Pendiri Masjid Pertama di Martapura Tahun 1596 M: Dari...

Jejak Raden Zakaria, Pendiri Masjid Pertama di Martapura Tahun 1596 M: Dari Dinasti Kesultanan Banjar hingga Warisan Spiritualitas Umat

339
0

Martapura,Peloporkrimsus.com – Sejarah panjang Kesultanan Banjar menyimpan banyak kisah penuh makna sebagai pusat peradaban Islam di Kalimantan Selatan tak lepas dari sosok besar Raden Zakaria bin Sulthon Rahmatullah, yang dikenal pula sebagai Pangeran Zakaria atau Syeikh Muhammad Suhud. Beliau adalah tokoh ulama dan bangsawan Banjar yang berjasa mendirikan masjid pertama di Martapura pada tahun 1596 M, jauh sebelum berdirinya Masjid Al-Karomah yang kini menjadi ikon daerah tersebut.

Raden Zakaria merupakan putra dari Sulthon Rahmatullah, Sultan Banjar ke-2 yang memerintah pada tahun 1545–1570 M. Ia memiliki dua saudara kandung, yaitu Sulthon Hidayatullah I yang dimakamkan di Kuin Banjarmasin, dan Pangeran Demang (Pangeran Dipati) yang dimakamkan di Sungai Tabukan. Mereka bertiga merupakan anak dari Ratu Syarifah Maidah, seorang perempuan bangsawan Jawa yang masih memiliki garis keturunan dengan keluarga Kesultanan Mataram.

Pada masa pemerintahan Sulthon Hidayatullah I, istana kesultanan Banjar di Kuin Banjarmasin sempat diserang oleh pasukan penjajah yang datang dari arah muara Sungai Barito. Serangan menggunakan meriam-meriam besar itu menyebabkan sebagian istana dan masjid kesultanan hancur. Kala itu, Sultan Hidayatullah masih berada di Tanah Jawa, sehingga pemerintahan sementara dipegang oleh para mangkubumi.

Setelah masa genting tersebut, tampuk pemerintahan beralih kepada Sulthon Mustainbillah bin Sulthon Hidayatullah I, yang menjadi Sultan Banjar ke-4. Dengan bantuan tokoh-tokoh Banjar seperti Ki Martasura, Ki Ginduaji, Ki Dauaji, dan Ki Ludara, Sultan Mustainbillah berhasil memukul mundur pasukan penjajah dan mengupayakan perdamaian.

Namun, karena letak istana di Kuin dianggap terlalu dekat dengan muara laut dan rawan diserang, Sultan Mustainbillah kemudian memindahkan pusat pemerintahan ke arah pedalaman. Ia membangun benteng pertahanan di wilayah Pamakuan, Batang Mangapan, dan Muara Tambangan Kayu Tangi, yang kelak dikenal dengan nama Martapura.

Pendirian Masjid Pertama Martapura Tahun 1596 M

Setelah istana baru berdiri di daerah Kayu Tangi, Sultan Mustainbillah bersama pamannya, Raden Zakaria yang saat itu dikenal juga dengan nama kecil Pangeran Suhud ,mendirikan Masjid Agung Kesultanan Banjar di Martapura pada tahun 1596 M. Masjid ini menjadi pusat kegiatan keagamaan dan pendidikan Islam pertama di wilayah Banjar.

Raden Zakaria dikenal sebagai sosok alim dan berilmu tinggi. Setelah lama menimba ilmu di Mataram, Pulau Jawa, ia kembali ke Tanah Banjar untuk mengembangkan ajaran Islam dan mendidik rakyat. Di masjid tersebut, beliau mengajarkan ilmu agama, menggelar pengajian, serta menanamkan nilai-nilai persaudaraan dan kasih sayang antarumat.

Berkat ajaran dan keteladanan beliau, masyarakat di sekitar masjid hidup dengan penuh kerukunan dan saling menghormati, hingga daerah itu kemudian dikenal dengan nama Pasayangan — yang berasal dari kata “sayang-menyayangi”.

Hingga akhir hayatnya, Raden Zakaria terus mengabdikan diri untuk agama dan rakyatnya. Setelah kembali dari tanah Jawa, ia dianugerahi gelar Syeikh Muhammad Suhud oleh masyarakat Banjar sebagai penghormatan atas ilmu dan ketulusannya dalam berdakwah. Ia dimakamkan di samping Masjid Kesultanan Banjar di Pasayangan, Martapura — masjid bersejarah yang menjadi saksi awal perkembangan Islam di daerah ini.

Sayangnya, pada masa Perang Banjar (1859–1862 M), setelah wafatnya Sultan Adam Al-Watsiq Billah,waktu itu pasukan penjajah Belanda membumihanguskan Martapura. Masjid tua yang didirikan Raden Zakaria pun ikut hancur bersama kampung-kampung di sekitarnya, seperti Tunggul Irang, Murung, Keraton, Pasayangan, Antasan, Kampung Melayu, Pakauman, Tarukselong, hingga Sungai Kitano.

Hanya Kampung Dalam Pagar yang selamat, berkat perlindungan spiritual dari Datu Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, yang telah “memagari” wilayah tersebut dengan doa dan karomahnya. Hingga kini, keyakinan masyarakat Banjar akan keberkahan para datu masih hidup dan diwariskan turun-temurun.

Masjid pertama Martapura yang berdiri sejak tahun 1596 hingga 1862 telah menjadi saksi sejarah bagi sepuluh Sultan Banjar dan generasi para ulama besar seperti Datu Kelampayan. Kini, hanya jejak makam dan kenangan sejarah yang tersisa. Namun semangat perjuangan, ilmu, dan ketulusan Raden Zakaria tetap hidup di hati masyarakat.

Kisah ini bukan sekadar catatan sejarah, tetapi juga cermin tentang keteguhan iman, cinta tanah air, dan pengabdian seorang ulama bangsawan yang rela berjuang demi agama dan rakyatnya.

“Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari sejarah ini,” ujar salah satu Zuriat Datuk Kalampaiyan Guru Muhammad Ali Junaidi atau yang di kenal dengan Guru Ali yang juga termasuk pemerhati sejarah Banjar.
“Para datu terdahulu telah berjuang bukan hanya dengan senjata, tapi dengan ilmu, doa, dan kasih sayang kepada sesama. Semoga mereka mendapatkan ampunan Allah SWT, dan kita anak cucunya dan warga Kalimantan Selatan senantiasa mendapatkan berkah dari perjuangan mereka,” tuturnya penuh haru.

Redaksi PeloporNews Kalimantan
Mengangkat sejarah, melestarikan warisan, dan mengenang jasa para Sultan dan datu -datu Banjar Kalimantan Selatan”(Team)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here