Gunungkidul, Peloporkrimsus.com – Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi (MIK) Universitas Atmajaya Yogyakarta gelar edukasi pencegahan pernikahan anak dibawah umur dengan metode pengajian pada Rabu (26/6) malam bertempat di balai desa Karangduwet, Paliyan, Gunungkidul.
Mahasiswa yang beranggotakan Adam Qodar, Devita Widyana, dan Verena Grescentia ini memilih Gunungkidul sebagai lokasi sasaran program kampanye, yang merupakan implementasi dari tugas mata kuliah proyek komunikasi publik ini karena dalam jumlah, masalah pernikahan anak di Gunungkidul cukup tinggi.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Pengadilan Agama (PA) Gunungkidul, dispensasi pernikahan anak yang dikeluarkan pada 2015 sebanyak 109, kemudian menurun pada 2016 menjadi 85, dan pada 2017 kembali turun menjadi 67, namun pada 2018 kembali meningkat menjadi 79.
“Dengan adanya kampanye pencegahan pernikahan anak dengan metode pengajian ini, agar pesan ajakan pencegahan terjadinya pernikahan anak dapat lebih diterima warga, dan apalagi pesan disampaikan oleh tokoh agama, yang diharapkan akan menyadarkan orangtua untuk berperan dalam mencegah terjadinya pernikahan anak dibawah umur dalam lingkup yang kecil, yakni keluarga, dan lingkungan tetangga,” terang Adam, selaku ketua pelaksana.
Adam juga mengatakan, dipilihnya Kecamatan Paliyan, khususnya Desa Karangduwet sebagai pilot project dari kampanye.
“Kedepan, jika kegiatan ini dinilai memiliki dampak yang cukup baik, maka diharapkan akan menyasar kecamatan maupun desa lainnya,” terang Adam.
Sementara Ustad Sandi Rohman, selaku pemateri yang juga Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gunungkidul menyampaikan, menikah merupakan suatu yang baik, namun yang menjadi masalah ketika syarat-syaratnya belum terpenuhi, seperti usia yang belum cukup.
“Menikah bukan hanya masalah fisik yang sudah besar, tetapi juga kemampuan mengelola emosional, fisik, rohaniah, dan materi. Lalu kemudian, apakah ketika masih usia anak sudah memiliki kriteria seperti itu?,” ulas Sandi.
Lanjut Sandi, Menikah bukan hanya menyatukan laki-laki dan perempuan, tetapi bagaimana mempersiapkan kebahagiaan dalam mengenyam bahtera berumahtangga. Sandi, yang juga merupakan pengurus Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Gedangsari, Gunungkidul ini menyampaikan data bahwa penyebab dari terjadinya pernikahan anak dibawah umur disebabkan oleh pergaulan bebas, yang kemudian menyebabkan hamil di luar nikah.
“Anak muda sekarang lebih takut sakit ketimbang dosa,” ucap Sandi.
Sehingga, Sandi mengimbau kepada orangtua untuk memaksimalkan diri dalam menjaga pergaulan anak. “Maksimalkan pendidikan anak hingga ke jenjang yang lebih tinggi, agar anak lebih produktif dalam pendidikan, karena ketika anak berilmu, anak akan dapat berfikir kritis mana yang terbaik untuk masa depannya,” jelas Sandi.
Selain itu, anak juga harus diberikan perlindungan ekstra, baik fisik maupun akidah. Sementara Budi Paliyanto, Kepala Desa Karangduwet turut mengapresiasi kampanye yang dilakukan.
“Dengan adanya edukasi terkait pencegahan pernikahan anak dibawah ini, orangtua akan lebih peduli lagi dengan masa depan anak, dan akan lebih memiliki tanggung jawab dalam mengasuh anak,” jelas Budi.
Selain mengadakan pengajian, pada Sabtu (6/7) di lokasi yang sama akan kembali diadakan sosialisasi pencegahan pernikahan anak dibawah umur dengan nama agenda “Srawung” Ngobrolin Dampak Pernikahan Anak dibawah umur dan Solusi Pencegahan dengan mengundang tiga pemateri, diantaranya dokter Aprilia Dwi Iriani (tenaga medis) , Damar Banyu Kencana (pengusaha muda Jogja), dan Dhimas Badut (hipnomotivasi).(her)