Home Berita Mengenang Kejayaan Sultan Banjar ke-5, Sultan ‘Inayatullah: Sang Pemimpin Bijaksana Penjaga Kedaulatan...

Mengenang Kejayaan Sultan Banjar ke-5, Sultan ‘Inayatullah: Sang Pemimpin Bijaksana Penjaga Kedaulatan Banjar

72
0

MARTAPURA, peloporkrimsus.com – Dalam lintasan sejarah panjang Kesultanan Banjar, nama Sultan ‘Inayatullah berdiri sebagai sosok pemimpin yang tak hanya dikenal karena kebijaksanaan dan kewibawaannya, tetapi juga karena keteguhannya menjaga marwah dan kedaulatan negeri dari ancaman bangsa penjajah. Beliau merupakan Sultan Banjar ke-5, yang memerintah dari tahun 1620 hingga 1637 Masehi, pada masa ketika gelombang kekuasaan kolonial mulai mengincar wilayah-wilayah strategis di Kalimantan.

Sejarah mencatat, Sultan ‘Inayatullah bukan sekadar seorang penguasa, tetapi juga penjaga nilai-nilai luhur dan martabat Banjar. Di bawah kepemimpinannya, Kayu Tangi, Martapura, menjadi pusat pemerintahan yang kuat dan makmur, sekaligus simbol kejayaan Banjar yang berdaulat. Dalam bayangan masa itu, kerajaan bukan sekadar tempat bersemayamnya raja, melainkan rumah bagi harapan rakyat dan benteng terakhir harga diri bangsa.

Bersama pamannya, Raden Bagus (Ratu Bagus) atau yang dikenal juga sebagai Sultan Muhammad Aminullah, Sultan ‘Inayatullah mendirikan Balai Raja (istana) di wilayah Sungai Kitano (Kyai Tanu). Keduanya hidup dalam satu lingkungan istana yang harmonis, di mana Raden Bagus diangkat sebagai Mangkubumi bergelar Kyai Tanu. Hubungan kekerabatan dan kerja sama keduanya menjadi cermin pemerintahan yang solid dan penuh kehormatan.

Di masa pemerintahannya, suasana kerajaan relatif aman, tenteram, dan makmur. Benteng-benteng peninggalan sang ayah menjadi perisai kokoh bagi istana Kayu Tangi dari ancaman kolonial Belanda. Sementara itu, bekas istana di Kuin, Banjarmasin, bertransformasi menjadi pusat perdagangan dan diplomasi, yang menghubungkan Banjar dengan dunia luar. Strategi ini menjadi bukti kecerdikan Sultan ‘Inayatullah dalam mengatur politik luar negeri tanpa kehilangan kedaulatan negeri.

Kehidupan Pribadi dan Keturunan Mulia

Dalam kehidupan pribadinya, Sultan ‘Inayatullah memiliki tiga istri dari berbagai latar belakang bangsawan dan daerah, yang melambangkan keberagaman budaya dalam lingkungan kerajaan Banjar, yakni:

Ratu Timbap binti Raden Aria Papati dari Mataram,

Nyai Mas Tarah binti Haji ‘Umar dari Paser, dan

Dayang Putih dari Suku Dayak.

Dari ketiga permaisuri tersebut, lahir lima putra dan putri yang kelak menjadi penerus darah kebangsawanan Banjar:

Sultan Sa’idullah (Ratu Anom)

Ratu Gelang (Pangeran Purba)

Ratu Bagus (Pangeran Agung)

Ratu Lamak (Pangeran Adipati Khalid)

Ratu Antasari (Pangeran Antasari)

Mereka adalah generasi penerus yang mewarisi semangat kepemimpinan, keberanian, dan kecintaan pada tanah Banjar.

Setelah hampir dua dekade memimpin dengan penuh kebijaksanaan, Sultan ‘Inayatullah wafat pada hari Kamis, 8 Rajab 1047 H, bertepatan dengan 26 November 1637 Masehi. Kepergian beliau menjadi duka mendalam bagi rakyat Banjar. Jenazah beliau dimakamkan di Sungai Kitano, Martapura, dalam upacara penuh kehormatan.

Sebagai bentuk penghormatan, beliau dianugerahi gelar Ratu Agung serta Pangeran Dipati Tuha — sebuah tanda bahwa jasa dan kebijaksanaannya diakui tidak hanya oleh rakyat, tetapi juga oleh sejarah yang terus mengabadikan namanya.

Kini, berabad-abad setelah wafatnya Sultan ‘Inayatullah, nama beliau tetap harum dalam ingatan masyarakat Banjar. Kisah kepemimpinannya mengajarkan bahwa kekuasaan sejati bukanlah tentang kemegahan istana, melainkan tentang kemampuan menjaga marwah rakyat dan kedaulatan negeri di atas segalanya.

Dalam setiap napas sejarah Banjar, Sultan ‘Inayatullah adalah simbol kepemimpinan yang berakar pada keimanan, kearifan, dan kasih sayang terhadap tanah leluhur.

Innalillahi wa inna ilaihi raji’un.
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan ampunan kepada beliau, serta menempatkannya di sisi para pemimpin yang saleh dan mulia.”(Team)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here