BANJARMASIN, peloporkrimsus.com – Dalam lembar sejarah awal penyebaran Islam di Kalimantan Selatan, nama Pangeran Abdul Qodir, yang juga dikenal sebagai Pangeran Sukarama II, menempati posisi yang sangat istimewa. Beliau bukan hanya dikenal sebagai ulama besar dan bangsawan, tetapi juga memiliki peran penting dalam membentuk fondasi keislaman yang kemudian melahirkan generasi pertama kerajaan Islam di Tanah Banjar.(19/10/2025)
Sebagai paman sekaligus mertua Sultan Suriansyah, Sultan Banjar pertama, Pangeran Abdul Qodir menjadi figur sentral dalam perjalanan spiritual dan politik kerajaan Daha menuju babak baru dalam sejarah Nusantara yaitu peralihan dari kepercayaan lama menuju cahaya Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Pangeran Abdul Qodir lahir dari keluarga terpandang yang memiliki hubungan erat dengan para ulama besar di tanah Jawa. Ayah beliau adalah Pangeran Suria Alam bin Pangeran Sukar Sungsang, sedangkan ibunya, Nyai Ageng Selo Lohor, merupakan putri dari Maulana ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri) salah satu tokoh agung dari Wali Songo.
Melalui jalur inilah darah keulamaan dan kebangsawanan mengalir kuat dalam diri Pangeran Abdul Qodir. Tak heran jika dalam usia muda beliau sudah dikenal sebagai sosok yang mendalami ilmu agama, menuntut ilmu langsung dari para wali di tanah Jawa, dan kelak menjadi penyebar Islam yang berpengaruh di Kalimantan Selatan.
Dalam perjalanan hidupnya, Pangeran Abdul Qodir juga memainkan peran besar dalam membentuk hubungan kekeluargaan yang bersejarah. Putrinya, Ratu Siti Noor Sa’adah, menikah dengan Sultan Suriansyah, penguasa pertama Kesultanan Banjar yang memeluk Islam. Menariknya, hubungan keduanya bukan hanya sebagai menantu dan mertua, tetapi juga masih memiliki ikatan darah, karena Ratu Siti Noor Sa’adah merupakan sepupu Sultan Suriansyah.
Adapun silsilah keduanya menggambarkan kuatnya ikatan keluarga bangsawan Daha yang menjadi cikal bakal berdirinya Kesultanan Banjar:
Sultan Suriansyah bin Pangeran Jaya Menteri bin Pangeran Begawan bin Pangeran Sukar Sungsang
Ratu Siti Noor Sa’adah binti Pangeran Abdul Qodir bin Pangeran Suria Alam bin Pangeran Sukar Sungsang
Kedua garis keturunan tersebut menunjukkan bahwa baik Sultan Suriansyah maupun Ratu Siti Noor Sa’adah sama-sama merupakan keturunan langsung dari Pangeran Sukar Sungsang, yang menjadikan hubungan mereka sangat erat dalam lingkaran bangsawan kerajaan Daha.
Sebagai seorang Pangeran sekalii sebagai ulama yang berilmu tinggi, Pangeran Abdul Qodir dikenal luas di kalangan para bangsawan dan masyarakat Kalimantan Selatan. Beliau menimba ilmu agama bersama ayahnya, Pangeran Suria Alam (Sunan Sarabut), dan berinteraksi langsung dengan para ulama besar di tanah Jawa. Dari sanalah beliau membawa cahaya dakwah Islam ke tanah Banjar.
Bahkan jauh sebelum Sultan Suriansyah secara resmi memeluk Islam, pengaruh ajaran Islam sudah lebih dahulu berkembang di kalangan keluarga bangsawan Daha berkat dakwah yang disebarkan oleh Pangeran Syekh Abdul Qodir beserta para murid Wali Songo. Keteladanan beliau dalam berdakwah dengan hikmah dan kasih sayang menjadi pondasi kuat bagi lahirnya Kesultanan Banjar sebagai kerajaan Islam pertama di Kalimantan.
Warisan Keislaman dan Jejak Ziarah
Pangeran Abdul Qodir dikenang bukan hanya sebagai seorang ulama dan bangsawan, tetapi juga sebagai sosok bijaksana yang berperan penting dalam meletakkan dasar keislaman di Kalimantan Selatan. Beliau wafat dan dimakamkan di Danau Salak, Martapura, Kabupaten Banjar. Makam beliau kini menjadi salah satu situs sejarah dan ziarah spiritual yang dihormati masyarakat Banjar, tempat di mana para peziarah datang untuk mengenang jasa dan keteladanan sang Bangsawan Pangeran sebagy ulama besar.
Warisan perjuangan beliau terus hidup dalam semangat masyarakat Banjar yang religius, santun, dan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam. Pangeran Abdul Qodir bukan sekadar tokoh sejarah, melainkan simbol kebangkitan Islam di Kalimantan, yang pengaruhnya masih terasa hingga kini.
Sosok yang Menyatukan Ilmu, Darah, dan Dakwah
Melalui ilmu dan keturunannya, Pangeran Abdul Qodir (Pangeran Sukarama II) menjadi jembatan antara kebangsawanan Daha dan spiritualitas Islam. Peran beliau sebagai paman sekaligus mertua Sultan Suriansyah memperlihatkan betapa eratnya hubungan kekeluargaan yang turut mewarnai perjalanan sejarah Islam di Nusantara.
Jejak perjuangan beliau tidak hanya tertulis dalam kitab sejarah, tetapi juga tertanam dalam hati masyarakat Banjar ,sebagai sosok yang membawa cahaya Islam dan iman, kebijaksanaan, dan keteladanan lintas zaman.(Tim)