Home Berita Sultan Rahmatullah : Pemimpin Bijaksana yang Meneruskan Kejayaan dan Syiar Islam di...

Sultan Rahmatullah : Pemimpin Bijaksana yang Meneruskan Kejayaan dan Syiar Islam di Tanah Banjar

48
0

BANJARMASIN, peloporkrimsus.com – Sejarah panjang Kesultanan Banjar di Kalimantan Selatan tidak dapat dilepaskan dari sosok pemimpinnya yang penuh kharisma dan kebijaksanaan, yakni Sultan Rahmatullah, Sultan Banjar ke-2.
Sultan Rahmatullah, yang semasa kecil dikenal dengan nama Raden Rahmat, naik takhta menggantikan ayahandanya, Sultan Suriansyah, raja pertama Banjar yang memeluk Islam. Setelah resmi menjadi raja, beliau bergelar Sultan Rahmatullah, dan di masa tuanya mendapat sebutan kehormatan Panembahan Batu Putih — gelar yang menandai kebesaran dan kebijaksanaan beliau dalam memimpin kerajaan.

Pada masa pemerintahannya, pusat Kesultanan Banjar berada di Istana Muara Kuin, Banjarmasin, yang kala itu menjadi jantung pemerintahan dan perdagangan utama di Kalimantan Selatan.
Muara Kuin bukan hanya tempat berlangsungnya urusan politik, tetapi juga menjadi pusat penyebaran Islam dan peradaban maritim yang menghubungkan Banjar dengan wilayah-wilayah lain di Nusantara.

Kepemimpinan Emas di Abad ke-16

Sultan Rahmatullah memerintah antara tahun 1545 hingga 1570 Masehi. Dalam rentang waktu itu, Kesultanan Banjar mengalami perkembangan pesat di berbagai bidang — pemerintahan, ekonomi, dan terutama dalam penguatan ajaran Islam.
Beliau dikenal sebagai raja yang religius, berwibawa, dan berjiwa reformis, meneruskan misi ayahandanya untuk menegakkan nilai-nilai Islam di seluruh wilayah kekuasaan Banjar.
Melalui hubungan erat dengan para ulama dan tokoh agama, Sultan Rahmatullah memperkuat pondasi keislaman rakyat Banjar dan membangun kesadaran spiritual yang kelak menjadi identitas masyarakat Kalimantan Selatan hingga kini.

Dalam kehidupan rumah tangga, Sultan Rahmatullah menikah dengan dua perempuan bangsawan dan ulama terkemuka:

Ratu Muti’ah binti Pangeran Said Sundo Aji,

Ratu Siti Maisyarah binti Khatib Mahmud.

Dari dua permaisuri tersebut, beliau dikaruniai tiga putra, yaitu:

Sultan Hidayatullah, yang kelak menjadi Sultan Banjar ke-3 dan melanjutkan pengaruh Islam ke wilayah pedalaman,

Pangeran Demang, dan

Raden Zakaria.

Keturunan ini menjadi penerus yang menjaga kelangsungan kerajaan sekaligus memperkuat jaringan politik dan keagamaan Kesultanan Banjar.

Di bawah kepemimpinannya, hubungan diplomatik Kesultanan Banjar mengalami perubahan penting.
Jika pada masa Sultan Suriansyah hubungan politik dan keagamaan lebih erat dengan Kesultanan Demak, maka setelah wafatnya Sultan Trenggono dan berdirinya Kesultanan Pajang, Sultan Rahmatullah menjalin hubungan baru dengan Pajang sebagai bentuk kontinuitas persaudaraan Islam Nusantara.

Langkah diplomatik ini menunjukkan sikap loyalitas dan solidaritas Banjar terhadap kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, sekaligus memperkuat jaringan politik antar-kerajaan Muslim di masa itu.

Setelah lebih dari dua dekade memimpin dengan arif, Sultan Rahmatullah wafat pada hari Ahad, 14 Sya’ban 977 Hijriyah (22 Januari 1570 Masehi).
Beliau dimakamkan di Kuin, Banjarmasin, berdekatan dengan makam ayahandanya, Sultan Suriansyah, yang kini menjadi kompleks makam raja-raja Banjar.
Makam ini kini dikenal luas sebagai situs bersejarah dan tempat ziarah spiritual bagi masyarakat Banjar dan para peziarah dari berbagai penjuru Nusantara.

Warisan terbesar Sultan Rahmatullah tidak hanya tercermin dari kejayaan politik dan ekonomi Banjar, tetapi juga dari keteladanan moral dan spiritual yang beliau tinggalkan.
Semangat kepemimpinan Islami, keadilan, dan kearifan lokal yang beliau wariskan menjadi fondasi kokoh bagi masyarakat Banjar hingga hari ini.
Melalui kepemimpinannya, Banjar tumbuh menjadi kerajaan Islam berpengaruh di Kalimantan, dan nilai-nilai Islam terus hidup sebagai bagian dari budaya dan identitas masyarakatnya.”(Team)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here