Home Berita Teuku Umar: Pahlawan Nasional :Si Singa Aceh yang Pemberani Mengguncang Penjajah Belanda

Teuku Umar: Pahlawan Nasional :Si Singa Aceh yang Pemberani Mengguncang Penjajah Belanda

102
0

ACEH, peloporkrimsus.com – Di tengah dentuman meriam dan Asap Mesiu Pada 26 Maret 1873, suasana gelap menyelimuti langit Banda Aceh. Kapal perang Belanda, Citadel van Antwerpen, meluncurkan meriamnya ke arah Masjid Baiturrahman yang suci, menghancurkannya hingga rata dengan tanah. Tindakan brutal ini menyulut amarah rakyat Aceh. Di tengah asap mesiu dan kepanikan, seorang pemuda berusia 19 tahun, Teuku Umar, berdiri tegak memegang rencong warisan leluhurnya. Dengan penuh tekad, ia bersumpah: “Tanah ini tak akan jatuh ke tangan kafir penjajah. Rencong ini akan bicara.”

Teuku Umar lahir di Meulaboh pada tahun 1854, dari keturunan bangsawan yang terkenal, Datuk Makhudum Sati. Kakeknya, Teuku Nan Ranceh, adalah panglima perang di zaman Sultan Iskandar Muda. Sejak kecil, Umar dikenal sebagai sosok yang liar, pemberani, dan semangat yang keras untuk mencapai tujuan nya. Di usia 12 tahun, ia menunjukkan keberaniannya dengan menusuk tangan pencuri yang mencoba mencuri kudanya. Sejak saat itu, rencong tak pernah lepas dari pinggangnya.

Dengan invasi Belanda ke Aceh pada tahun 1873, Umar langsung terjun ke medan perang. Dalam pertempuran di Gle Tarum, ia berhasil membunuh lima tentara Belanda, dan sejak itu, gelar “Singa Meulaboh” melekat padanya. Umar terus memperkuat posisinya dengan menikahi beberapa wanita berpengaruh, termasuk Cut Nyak Dhien, janda seorang pejuang, dengan janji penuh keberanian: “Hidup kita akan diakhiri di medan perang.”

Pengkhianatan Suci: Strategi Mengelabui Belanda

Pada tahun 1883, Umar berpura-pura menyerah kepada Belanda dan diberi gelar Teuku Johan Pahlawan. Dengan pasukan 250 orang, ia menjalankan operasi mata-mata selama sembilan tahun. Strategi cerdiknya termasuk serangan pura-pura ke kampung Aceh dan menggunakan uang Belanda untuk membeli senjata dari pedagang Prancis di Penang.

Insiden Berdarah Nicero & Kapal Denmark

Tahun 1884 menjadi tahun yang menentukan ketika kapal Inggris, Nicero, terdampar dan Umar diminta untuk menyelamatkan awaknya. Namun, di tengah laut, ia menyerang dan membunuh 32 serdadu Belanda. Dua tahun kemudian, Kapten Denmark Hansen mencoba menipunya, namun Umar dengan cerdik membunuh Hansen dan membakar kapalnya, merampas banyak senjata dan amunisi.

Pada 30 Maret 1896, Umar bersama Panglima Polem Muhammad Daud melancarkan serangan balik besar-besaran terhadap pos-pos Belanda di Aceh Barat. Dalam serangan ini, 25 tentara Belanda tewas dan 190 lainnya terluka, membuat Belanda panik dan Umar menjadi buronan paling dicari se-Aceh.

Malam sebelum kematiannya, pada 10 Februari 1899, Umar memimpin rapat rahasia dengan ucapan terakhir yang menggugah semangat: “Besok pagi kita minum kopi di Meulaboh atau aku syahid!” Dari ucapan ini lahir tradisi Kupi Khop Aceh, kopi gelas terbalik yang hanya diminum oleh para lelaki pemberani

Pada 11 Februari 1899, pengkhianatan Teuku Leubeh membocorkan lokasi Umar. Ia disergap di Pantai Ujung Kalak, ditembak dan mayatnya diinjak kuda, kepalanya dipenggal dan dipasang di ujung meriam. Namun, semangat perjuangannya hidup selamanya.

Rencong Teuku Umar kini tersimpan di Museum Aceh, dan surat wasiatnya kepada anaknya, Cut Gambang, mengingatkan kita tentang keberanian: “Jika ayahmu mati, jangan turun tangga menangis. Naik ke menara, tembak Belanda sampai pelurumu habis.” Namanya diabadikan sebagai KRI Teuku Umar-385, kapal perang TNI AL yang aktif menjaga perairan Indonesia.

Gelar Pahlawan Nasional

Pada 6 November 1973, Presiden Soekarno menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional untuk Teuku Umar. Namanya kini diabadikan di Universitas Teuku Umar di Meulaboh, jalan protokol di Jakarta, dan uang Rp5.000 emisi 1986, sebagai penghormatan atas pengorbanan dan keberaniannya.

Teuku Umar adalah simbol perjuangan dan keberanian. Kisahnya mengajarkan kita untuk mencintai tanah air, berjuang demi kebebasan, dan mengingat jasa para pahlawan yang telah berkorban untuk negeri ini. Mari kita jaga dan lestarikan warisan mereka demi masa depan yang lebih baik”(Tim)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here