Gresik,peloporkrimsus.com – Dengan semakin maraknya isu kesetaraan laki-laki dan perempuan atau lebih populer dikenal dengan kesepakatan gender. Isu tersebut jika lebih dikulik lebih dalam mengerucut menjadi permasalahan ketimpangan keadaan dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan.
Kegiatan sosialisasi advokat kesetaraan gender bagi Pondok Pesantren (Ponpes) dilaksanakan di lantai dua Gedung Nahdlatul Ulama (NU) Pukul 08:30 WIB, yang dihadiri langsung oleh Ibu Wabup Gresik Hj. Aminatun Habibah, Camat Sangkapura M. Syamsul Arifin, S. Sos.,M.M, Nur Khosi’ah selaku moderator, dan 40 orang santri beserta guru pembimbing. Turut hadir pula Ketua MUI Sangkapura Kiai Mas’udi dan Ketua Ponpes Hasan Jufri Dr. Ali Asyhar, M. Pd sebagai narasumber.
Dalam sambutannya Wabup Gresik, Hj. Aminatun Habibah menyampaikan, bahwa pondok pesantren yang notabene- nya lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang juga mengajarkan doktrin keagamaan mempunyai peran besar dalam kegiatan ini di masyarakat. Artinya di kalangan Islam, perubahan mendasar dalam sosialisasi menuju sikap yang egaliter salah satunya bisa dimulai dari pesantren.
“Dalam pondok pesantren hal tersebut bisa dilakukan oleh para kiai dan nyai untuk mendistribusikan nilai-nilai luhur agama Islam kepada santri maupun masyarakat luas,” Ujarnya.
Lebih lanjut Ning Min sapaan akrab Wabup Gresik mengatakan, diantara masalah atau problem kesetaraan gender di pondok pesantren yang kita temui, diantaranya: Pelabelan (Stereotype), terhadap jenis kelamin laki-laki atau perempuan yang selalu berkonotasi negatif, Subordinasi (suatu pandangan yang tidak adil terhadap salah satu jenis kelamin yang didasarkan pada gender, Marjinalisasi (proses peminggiran baik sengaja maupun tidak disengaja pada jenis kelamin tertentu serta kekerasan yang berbasis gender, yang cenderung lebih banyak dirasakan pada perempuan dibandingkan laki-laki.
“Menyikapi permasalahan tersebut untuk menanganinya bisa dilakukan dengan pembinaan tentang kesadaran gender, hal ini sangat penting sehingga tidak terjadi lagi suatu batasan-batasan bagi kaum laki-laki maupun kaum perempuan. Selain itu bisa dilakukan pemerataan peran dalam apresiasi (Reward) dan hukuman (Punishment), dimana pondok pesantren memberikan penghargaan bagi santri yang berprestasi bagi semua bidang, tanpa membedakan jenis status gendernya,” Tutup Bu Min. Selasa (20/9/2022). (Fairi)