Bima, PH-Krimsus : Bangunan bersejarah yang dibangun sejak zaman Belanda dan Jepang, bukan saja berada di Kota-Kota besar di Indonesia. Tetapi, hal tersebut juga ada di Bima. Lazimnya, bangunan bersejarah di daerah lain di Indonesia, dirawat dan bahkan dilestarikan-juga masuk kedalam cagar budaya. Tetapi, kondisi yang demikian justru berbeda dengan di Bima. Terdapat banyak sekali bangunan yang dibangun sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang yang terkesan dibiarkan hingga kehilangan estetika dan semakin kusut.
Untuk membuktikan ada atau tidaknya bangunan yang dibangun sejak zaman Belanda dan Jepang di Bima, beberapa waktu lalu, Wartawan Media pelopor melakukan penelusuran. Penelusuran tersebut, yakni Tokoh Agama sekaligus yang paham sejarah, sebut saja KH. Gani Maskur yang di dampingi oleh puterinya, Nur Farahati dan Dandim 1608 Bima, Letkol Czi Yudil Hendro.
Penelusuran pertama, dilakukan di Asrama Kodim 1608 Bima yang berlokasi di sebelah selatan lapangan Pahlawan Raba-Kota Bima. Bangunan ini dibangun sekitar tahun 1939 yang peruntukan sebagai Pesanggrahan. Pesanggrahan ini pernah dihuni oleh Sultan Baabullah (Pahlawan Nasional dari Ternate) selama 2 tahun, Raja Bone dan Ulama Besar dari Minangkabau yaitu Abdul Karim Angkumodo yang memiliki jasa besar dalam menyebar agama Islam di Bumi Bima yaitu membangun Darul Tarbiyah.
Setelah Belanda menyerah dan diganti pendudukan oleh Jepang, Bangunan Pesanggrahan berubah fungsi sebagai Gedung Komite Nasional Indonesia (KNI): hasil penuturan dari KH. Gani Masykur. Barulah pada saat setelah Indonesia Merdeka, bangunan ini digunakan oleh TNI. Pemugaran yang dilaksanakan oleh Dandim 1608/Bima, tidak merubah bentuk aslinya yang semula bangunan ini tahun 1939 berwarna cat hijau, saat ini berwarna hijau muda.
“Bangunan lama bernilai sejarah dan budaya sebelum direnovasi, pesanggrahan, itu bukan saja di Asrama Kodim. Tetapi, saat itu juga dibangun di beberapa Kecamatan di Kabupaten Bima. Yakni di Wawo, Monta dan Parado. Di zaman itu, juga mau dibangun Pasang Geragan di Kecamatan Sape. Tetapi, tidak jadi dibangun karena dianggap tak layak,” terang KH. Gani Maskur.
Penelusuran kedua, dilakukan di rumah jabatan Dandim 1608/Bima yang berlokasi di Jalan Raya Soekarno Hatta Raba-Kota Bima. Rumah dinas Dandim 1608 Bima, Dulunya pada zaman Belanda ditempati oleh seorangAsisten Resident, yang mana Residentnya berkedudukan di Kupang-Nusa Tenggara Timur (NTT). Kedudukan Asisten Resident ini menguasai wilayah kerja se-Pulau Sumbawa. Rumah dinas ini pernah juga dikunjungi oleh Gubernur Jenderal yang berada di Surabaya-Jawa Timur.
Bangunan ini dibangun pada tahun 1930-an, bangunan yang kedua yang dibangun setelah Asi Mbojo yang dibangun pada tahun 1928-1929. Konstruksi bangunan tersebut, terlihat masih sangat kokoh dan apik. Tembok bangunan dibuat, terlebih dahulu dipasang ancaman kawat baja pada bagian tengahnya. Setelah semua anyaman kawat dipasang di sekeliling temboknya, selanjutnya dicoor semen dengan cara lama yakni menyemburnya (dilempar) dengan tangan, bukan dicor dengan menggunakan alat berat seperti zaman sekarang. (MUCH).