TANAH BUMBU,Peloporkrimsus.com – Di balik deburan ombak Pantai Pagatan, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, tersimpan sebuah tradisi budaya yang mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat pesisir: Pesta Laut Pagatan, atau yang dikenal sebagai Mappanretasi. Ritual tahunan ini bukan sekadar seremoni syukur nelayan atas hasil laut, tetapi juga cermin kekayaan budaya yang berpotensi besar menjadi daya tarik wisata kelas dunia.(11/4/2025)
Setiap tahun, ribuan orang dari berbagai daerah memadati kawasan Pantai Pagatan untuk menyaksikan langsung ritual adat yang sarat makna ini. Selama dua pekan penuh, masyarakat disuguhkan beragam kegiatan budaya, pertunjukan seni, hingga aneka kuliner khas pesisir.

Namun di tengah tingginya antusiasme publik, Pesta Laut Pagatan hingga kini belum dikemas secara optimal sebagai sebuah event pariwisata nasional, apalagi internasional. Padahal, jika dikelola dengan pendekatan profesional dan dukungan dari pemangku kepentingan, acara ini berpotensi menjadi ikon baru pariwisata bahari Indonesia.
Sebagai pembanding, Kabupaten Gowa di Sulawesi Selatan berhasil menyulap event Beautiful Malino menjadi agenda tahunan nasional. Dimulai dari anggaran daerah sebesar Rp1 miliar dan pengelolaan oleh event organizer (EO) profesional, kini event tersebut mendapat dukungan penuh dari Kementerian Pariwisata senilai Rp2 miliar per tahun.
Konsepnya modern dan terintegrasi—menyatukan konser musik, fashion show, bazar UMKM, festival Orkes Dangdut , Bend hingga Perpakiran kendaraan dikelola dengan baik dan wisata alam. Hasilnya? Perputaran uang mencapai miliaran rupiah hanya dalam tiga hari penyelenggaraan. Bahkan diperkirakan total transaksi menyentuh angka Rp6 miliar dari pengunjung yang datang dan belanja.
Lalu, bagaimana jika skenario serupa diterapkan untuk Pesta Laut Pagatan yang berlangsung dua pekan penuh?
Dengan estimasi konservatif 20 ribu pengunjung per hari dan pengeluaran rata-rata Rp100 ribu per orang, potensi perputaran uang bisa menembus angka Rp28 miliar selama penyelenggaraan. Ini belum termasuk kontribusi dari sektor pajak, retribusi, dan peningkatan pendapatan pelaku UMKM lokal—mulai dari pedagang, penginapan, jasa transportasi, hingga atraksi wisata.
Sayangnya, sejauh ini pengelolaan Pesta Laut Pagatan masih dominan bersifat seremonial. Minimnya keterlibatan EO profesional dan belum adanya inovasi digital menjadi tantangan utama dalam membawa acara ini naik kelas di tengah gempuran industri pariwisata yang kian kompetitif.
Fenomena serupa juga terjadi di sejumlah daerah lain. Misalnya, event Lovely Desember di Sulawesi Selatan yang telah digelar selama 15 tahun namun belum mampu menembus skala nasional. Minimnya terobosan kreatif dan keberanian untuk bertransformasi menjadi penghambat utama.
Padahal, Pesta Laut Pagatan memiliki semua elemen yang dibutuhkan untuk sukses: tradisi budaya yang unik, Pantai yang eksotis bak surga tersembunyi langkap alam yang Indah memesona, dukungan masyarakat yang kuat, serta rekam jejak sejarah sebagai identitas daerah.
Yang dibutuhkan hanyalah kemauan kuat untuk berubah—berani melibatkan profesional, menggandeng komunitas kreatif, serta menjadikan pariwisata sebagai investasi masa depan.
Bila langkah itu diambil, bukan tak mungkin Pesta Laut Pagatan akan menjadi agenda nasional yang ditunggu-tunggu setiap tahun, sekaligus menjadi mesin penggerak ekonomi lokal yang berkelanjutan. Sebuah transformasi dari sekadar tradisi menjadi kebanggaan daerah di panggung internasional.
(Om Anwar/Team)