Probolinggo, PH-Krimsus
Program nasional Agraria (Prona) yang diharapkan dapat menyokong kemudahan bagi masyarakat dalam menerbitkan sertipikat atas tanahnya, merupakan hal yang patut mendapat apresiasi dari masyarakat. Hal ini, karena pembiayaan program ini telah disubsidi oleh pemerintah.
Namun adakalanya program ini menjadi polemik didaerah dengan adanya sejumlah pungutan mengatasnamakan Prona. Berbagai kasus yang harus menyeret pengelola program ini keranah hukum, rupanya tidak membuat miris pengelola lain dilsejumlah daerah.
Sebut saja program Nasional Agraria (PRONA) yang terjadi di Kelurahan Ketapang Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo. Disinyalir pengelola prona ditempat ini membebankan biaya pembuatan sertifikat massal ini sebesar Rp. 500.000 (Lima Ratus Ribu). Bukan metode yang serampangan dilakukan oleh Basuki yang dipercaya sebagai leader dalam memuluskan prona di kelurahan tersebut.
Dengan menggunakan trik membuat surat pernyataan yang diserahkan kepada semua warga yang berniat membuat sertifikat, Basuki berdalih bahwa pembuatan sertipikat secara massal ini dilakukan secara swadaya dan semua tertulis dalam surat pernyataan tersebut. Ujung-ujungnya, warga diminta menyiapkan dana untuk memperlancar program ini.
“Kami diminta untuk menandatangani surat pernyataan yang meminta kami menyiapkan dana 500 ribu guna mengurus keperluan untuk terbitnya sertifikat.”Ujar salah satu warga yang meminta identitasnya di rahasiakan
Yang pasti, indikasi pungli yang ada di kelurahan Ketapang Kecamatan Kademangan kota Probolinggo ini. Selayaknya menjadi perhatian Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sesuai Peraturan Presiden republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli).
Apapun dalih yang digunakan oleh pengelola program ini, guna memuluskan untuk memperoleh dana merupakan hal yang melanggar UU yang diatur dalam Peraturan Presiden (perpres) tentang Program Nasional Agraria. Pemohon bisa jadi hanya dikenakan biaya pembelian materai. Kaus yang kerap menjadikan pesakitan bagi pengurus Sertipikat Massal ini tidak membuat jera para pengurus lainnya. Hal ini bisa memicu kekhawatiran jika kasus dugaan pungli ini dilanjutkan justru akan menyebabkan desa atau kelurahan lain akan melakukan hal yang sama, yakni menarik Pungli. (Sulaiman)