Home Berita TMPLHK Indonesia Menilai DLH Provinsi Jambi Lengah dan Lemah

TMPLHK Indonesia Menilai DLH Provinsi Jambi Lengah dan Lemah

131
0

Jambi, peloporkrimsus.com – Terkait dugaan pencemaran lingkungan oleh PKS PT. BSS dikabupaten Muaro Jambi pada Juni 2023 silam, pelapor belum menerima surat bukti tindak lanjut dari hasil laporanya.

Hal ini disampaikan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat TMPLHK Indonesia Hamdi Zakaria, A.Md kepada media ini pada Sabtu 06/01/2024.

Menurut Ketum DPP TMPLHK Indonesia Hamdi Zakaria, A.Md, DLH Provinsi Jambi dinilai lalai dan lemah dalam penanganan Pencemaran sungai lubuk Raman pada Juni 2023 lalu oleh PKS PT.BSS, yang sampai hari ini, pihak DLH belum memberikan secarik kertaspun sebagai jawaban dari hasil tindak lanjut pengaduan, ungkap Ketum TMPLHK ini.

Belum kita dengar sanksi yang diberikan oleh DLH Provinsi Jambi terhadap pelaku pencemaran selama 6 bulan lebih ini, paparnya.

Ketum TMPLHK ini menjelaskan, Pencemaran lingkungan hidup menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”) adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Pada dasarnya setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan serta melakukan pemulihan lingkungan hidup.

Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilakukan dengan, pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat, pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau, cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sedangkan pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan tahapan, penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar, remediasi (upaya pemulihan pencemaran lingkungan hidup untuk memperbaiki mutu lingkungan hidup), rehabilitasi (upaya pemulihan untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan manfaat lingkungan hidup termasuk upaya pencegahan kerusakan lahan, memberikan perlindungan, dan memperbaiki ekosistem), restorasi (upaya pemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup atau bagian-bagiannya berfungsi kembali sebagaimana semula); dan/atau, cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Jadi, seharusnya perusahaan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan melakukan penanggulangan pencemaran, yang salah satunya adalah memberikan informasi peringatan pencemaran kepada masyarakat. Adanya informasi peringatan dapat mencegah adanya masyarakat yang meminum air sungai yang sudah tercemar. Selain itu, perusahaan juga wajib melakukan pemulihan terhadap pencemaran yang terjadi pada sungai tersebut.

Ketum TMPLHK juga katakan selain sanksi Administratif juga ada sanksi pidananya, ancaman Pidana Bagi Perusahaan Pelaku Pencemaran Lingkungan, berdasarkan pernyataan ada pencemaran sungai oleh perusahaan tersebut mengakibatkan warga meninggal dan menimbulkan kerugian materiil yaitu matinya ikan pada kerambah warga. Berdasarkan peristiwa tersebut ada beberapa ancaman pidana terhadap pencemar lingkungan menurut UU PPLH.

Jika perusahaan tersebut sengaja membuang limbah ke sungai maka diancam pidana berdasarkan Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH sebagai berikut, Pasal 60 UU PPLH, Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.

Pasal 104 UU PPLH
Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu, papar Ketum ini.

Dijelaskannya kagi, selain pidana karena pembuangan limbah, ada beberapa pidana lain yang bisa dikenakan kepada perusahaan tersebut, jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan sengaja melakukan perbuatan (misalnya membuang limbah) yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati maka diancam pidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp5 miliar dan paling banyak Rp15 miliar.

Jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan lalai sehingga mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati, maka dipidana dengan pidana penjara paling singkat paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp9 miliar.

Pertanggungjawaban Pidananya, jika tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada, badan usaha; dan/atau, orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.

Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana dalam huruf b di atas, ancaman pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberat dengan sepertiga.

Jika tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha sebagaimana dalam huruf a di atas, sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selaku pelaku fungsional.

Ketum TMPLHK juga jelaskan masyarakat bisa konplen ganti rugi, prinsipnya, setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.

Selain diharuskan membayar ganti rugi, pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah untuk, memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan, memulihkan fungsi lingkungan hidup; dan/atau, menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Mengenai kerugian yang diderita warga yaitu ikan di kerambah yang mati, masyarakat bisa mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Gugatan dapat dilakukan jika memenuhi syarat yaitu adanya terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.

Jadi warga masyarakat dapat melakukan gugatan perwakilan kelompok dengan tujuan untuk meminta ganti rugi atas ikan di kerambah yang mati karena pencemaran lingkungan. Di samping itu perusahaan juga dapat dipidana karena pencemaran tersebut mengakibatkan orang meninggal dunia.

Dengan penjelasan kami dari TMPLHK ini, agar Kadis DLH Provinsi Jambi segera menyurati pelapor, apa hasil dari tindak lanjut laporannya oleh pihak DLH. Jika dalam waktu yang ditentukan beberapa Minggu kedepan, DLH kurang mengindahkannya, maka TMPLHK Indonesia, akan membuat laporan kekecewaan warga terhadap DLH Provinsi kepada Gubernur Jambi dan KLHK melalui Gakkum, tutupnya.

Berita ini dilansir pihak DLH Provinsi Jambi, belum bisa di konfirmasi. Hasil konfirmasi pihak DLH nanti, akan dimuat pada pemberitaan selanjutnya.(Sch)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here