Home siraman rohani CAHAYA SUARA ROHANI TABLOIT PELOPOR INDONESIA, “MENCIPTAKAN SITUASI DAN KONDISI YANG KONDUSIF”...

CAHAYA SUARA ROHANI TABLOIT PELOPOR INDONESIA, “MENCIPTAKAN SITUASI DAN KONDISI YANG KONDUSIF” PERISTIWA DAN KEUTAMAAN BULAN KE DELAPAN HIJRIYYAH,  (“BULAN SYA’BAN”)

3681
0

O L E H: KH Irsyad Midchol, al-Bayaniy Saudara-Saudaraku Kaum Muslimin Dan Seluruh Rakyat NKRI Yang Berakhlaqul Karimah, yang saya hormati,

Diantara 12 bulan dalam hitungan tahun hijriyyah, atau hitungan bulan dalam islam, yg dimulai dari bulavn Muharrom sampai bulan Dzulhijjah, pada bulan kedelapan itulah bernama bulan sya’ban.

Kenapa disebut bulan sya’ban?, karena pada waktu itu banyak terjadi bercabang-cabang kebaikan, (Yata’syaa’abu minhu khoirun katsiir),

Ada pendapat yang lain mengatakan bahwa, kalimat sya’ban berasal dari kata “SYI’B” yaitu “jalan disebuah gunung, atau jalan kebaikan”.

Dalam kitab tafsir “As~sakhowy” karya al-hafidz Ibnu Katsir, rohimahulloh, mengatakan, bahwa bulan sya’ban berasal dari peristiwa

ketika pasukan/kabilah arab berpecah/terpencar untuk berperang menyerang lawan, lalu mereka berkumpul kembali pada dua regu pasukan/kabilah atau lebih (Tafsir Al-Qur’anul ‘Adzim: II/432), Cetakan Darul Fikri th 1422 h/ 1992m.

Dalam kitab tafsir Fathul Bary: IV/213, al-haafidz al-Imam Ibnu Hajar al-Asqolaany  Rohimahulloh, berkata: “Disebut bulan Sya’ban, karena adanya terjadi peristiwa dalam bulan tersebut, para pasukan/kabilah orang arab berpencar untuk mencari air, atau mengatur setrategis untuk menyerang lawan / menyerang pasukan/ kabilah yang lain, setelah mereka keluar dari bulan rojab, (yang didalamnya diharamkan untuk berperang), pandangan/pendapat yang  lebih medekati kebenaran adalah yang bertujuan untuk berperang, dari pada pandangan/pendapat untuk mencari air_.

Ma’aasyirol Muslimin Rohimakumulloh, Saudara-saudaku kaum muslimin dan seluruh rakyat NKRI yang berakhlaqul karimah, yang sy hormati

Ketahuilah bahwa didalam bulan sya’ban ini , banyak terdapat kejadian dan peristiwa-peristiwa yang seharusnya diperhatikan oleh kaum muslimin, diantanya:

 

{Dalam bulan Sya’ban}: Berpindahnya arah Qiblat dari Baitul Muqoddas/Baitul Maqdis Palestina, ke KA’BAH Makkatul-Mukarromah, dalam hal ini,

Rosululloh Muhammad saw, setiap hari tidak pernah lupa memohon kepada Alloh swt, dengan harapan Alloh swt menurunkan wahyunya kepada beliau, sampai pada akhirnya turunlah ayat yg menyatakan:

Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sunghuh kami akan memalingkan wajahmu kekiblat yang kamu suka, maka hadapkanlah wajahmu ke arah masjidil harom (ka’bah), dan dimana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Dan sesungguhnya orang-orang yg diberi kitab (Taurot dan Injil) tahu, bahwa (pemindahan kiblat) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka, dan Alloh tadak lengah terhadap apa yg mereka kerjakan”.(Q.S Al-Baqoroh :144)

{Dalam Bulan Sya’ban}: “Salah satu keistemewaan bulan sya’ban adalah, Diagkatnya kelangit  setiap Amal Perbuatan Manusia”,. Shohabat Nabi swa, sayyidina Usamah bin Zaid rodhiyalloohu ‘anhumaa, dia berkata: “Saya berkata: “Yaa Rosulalloh? Saya tidak pernah melihatmu berpuasa dalam satu bulan dari bulan-bulan yang ada seperti puasamu dibulan sya’ban”, Maka Rosululloh saw bersabda: “Itulah bulan yg manusia lalai darinya antara Rojab dan Romadhon, dan merupakan bulan yg didalamnya diangkat segala amal perbuatan kepada Robbul ‘Alamin, dan saya menyukai amal saya diangkat, sedangkan saya dalam keadaan berpuasa”. (H.R. Nasa’i).

{Dalam Bulan Sya’ban} Keutamaan puasa di bulan Sya’ban

Rosululloh saw ditanya oleh seorang shohabat, “Adakah puasa yg paling utama setelah Romadhon?” Rosululloh saw menjawab, “Puasa dibulan Sya’ban  karena berkat keagungan bulan Romadhon.

Dari Sayyidatuna ‘Aisyah Rodhiyallohu ‘Anha berkata: “Aku tidak pernah melihat Rosululloh SAW melakukan puasa satu bulan penuh, kecuali puasa dibulan Romadhon, dan aku tidak pernah melihat beliau lebih banyak berpuasa sunnah melebihi (puasa sunnah) dibulan sya’ban”.(HR. Bukhori dan Muslim) Dalam riwayat lain Sayyidatuna ‘Aisyah berkata:

“Bulan yg paling dicintahi oleh Rosululloh SAW dalam menjalankan puasa sunnah adalah bulan sya’ban, lalu beliau meneruskannya dengan berpuasa dibulan Romadhon”.(HR. Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah”.)

Dari Ummu Salamah Rodhiyallohu ‘Anha berkata: “Aku tidak pernah melihat Rosululloh SAW berpuasa dua bulan berturut-turut, kecuali bulan Sya’ban dan bulan Romadhon”.(HR. Imam Tirmidzi, Im An-Nasai, Imam Ibnu Majah dan Imam Achmad).

Dalam bulan Sya’ban}: Diturunkannya ayat tentang anjuran membaca sholawat kpd Nabi Muhammad SAW dalam bulan Sya’ban, ya itu ayat yang menyatakan:_

Bulan Sya’ban adalah bulan Al-Qur’an,

Beberapa shohabat menyebutkan, bahwa memang membaca Al-Qur’an dianjurkan disetiap waktu dan dimanapun tempatnya, namun ada juga membaca Al-Qur’an dianjurkan pada waktu-waktu tertentu, seperti dibulan Romadhon dan bulan Sya’ban, atau pada tempat-tempat husus, seperti di Makkah, Roudhoh dan lain sebagainya.

Syaikh Ibnu Rojab al-Hambali meriwayatkan dari shohabat Anas r.a, “Bahwa kaum muslimin ketika memasuki bulan Sya’ban, mereka tekun membaca Al-Qur’an, mengeluarkan zakat untuk membantu fakir-miskin supaya mereka bisa menjalankan ibadah puasa dibulan Romadhon.

Didalam bulan Sya’ban terdapat malam yang mulia, yang dikenal dengan nama,  “Malam Nishfu Sya’ban”, Dimalam nishfu Sya’ban ini Alloh SWT mengampuni kepada orang-orang yg meminta ampunan, mengasihi kepada orang-orang yang minta belas kasihan, mengabulkan doa orang-orang yang berdoa, menghilangkan kesusahan orang-orang yang susah, memerdekakan orang-orang dari api neraka, dan mencatat bagian rizki dan amal manusia”.

Hadits yang menjelaskan tentang keistimewaan malam nishfu Sya’ban ada juga hadits yang lemah (dho’f), namun Al-Hafidz Imam Ibnu Hibban telah menyatakan KESHOHEHAN sebagian dari hadits-hadits tersebut, diantaranya adalah: “Nabi Muhammad SAW bersabda, “Alloh SWT melihat kepada semua makhluqnya pada malam nishfu Sya’ban dan mengampuni mereka, kecuali orang yang musyrik dan orang yang bermusuhan”.(HR. Imam Thobroni dan Imam Ibnu Hibban).

Ma’aasyirol Muslimin Rohimakumulloh, Saudara-Saudaraku kaum muslimin dan seluruh rakyat NKRI yang berakhlaqul karimah, yang saya hormati,

PENTING UNTUK DIFAHAMI

Dalam berbagai macam  amalan ibadah dimalam nishfu sya’ban, ternyata ada yang pro dan ada yang kontra, golongan ulama’ yang pro/setuju dg amalan dimalam nishfu sya’ban, antara lain:

  1. Imam Ibnu Hibban dalam kitab shohihnya,
  2. Al-Hafidz Ibnu Rojab Al-Hambaliy, dalam kitab Al-Lathoif,
  3. Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Addurrul~Mandhud Al~Imam Nawawi, dll

Kebanyakan ulama yang tidak sepakat tentang menghidupkan malam Nishfu Sya’ban itu karena mereka menganggap serangkaian ibadah pada malam tersebut itu adalah bid’ah, tidak ada tuntunan dari Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam. Sedangkan pengertian bid’ah secara umum menurut syara’ adalah sesuatu yang bertentangan dengan Sunnah. Jika demikian secara umum bid’ah itu adalah sesuatu yang tercela (bid’ah sayyi’ah madzmumah). Namun ungkapan bid’ah itu terkadang diartikan untuk menunjuk sesuatu yang baru dan terjadi setelah Rasulullah wafat yang terkandung pada persoalan yang umum yang secara syar’i dikategorikan baik dan terpuji (hasanah mamduhah).

Imam Ghozali dalam kitab Ihya Ulumiddin Bab Etika Makan mengatakan, “Tidak semua hal yang baru datang setelah Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam itu dilarang. Tetapi yang dilarang adalah memperbaharui sesuatu setelah Nabi (bid’ah) yang bertentangan dengan sunnah.” Bahkan menurut beliau, memperbaharui sesuatu setelah Rasulullah (bid’ah) itu terkadang wajib dalam kondisi tertentu yang memang telah berubah latar belakangnya.”

Imam Al Hafidh Ibn Hajjar berkata dalam Fathul Barri, “Sesungguhnya bid’ah itu jika dianggap baik menurut syara’ maka ia adalah bid’ah terpuji (mustahsanah), namun bila oleh syara’ dikategorikan tercela maka ia adalah bid’ah yang tercela (mustaqbahah). Bahkan menurut beliau dan juga menurut Imam Qarafi dan Imam Izzuddin ibn Abdis Salam bahwa bid’ah itu bisa bercabang menjadi lima hukum.

Syeh Ibnu Taimiyah berkata, “Beberapa Hadits dan atsar telah diriwayatkan tentang keutamaan malam Nisyfu Sya’ban, bahwa sekelompok ulama salaf telah melakukan sholat pada malam tersebut. Jadi jika ada seseorang yang melakukan sholat pada malam itu dengan sendirian, maka mereka berarti mengikuti apa yang dilakukan oleh ulama-ulama salaf dulu, dan tentunya hal ini ada hujjah dan dasarnya. Adapun yang melakukan sholat pada malam tersebut secara jamaah itu berdasar pada kaidah ammah yaitu berkumpul untuk melakukan ketaatan dan ibadah.

Walhasil, sesungguhnya menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan serangkaian ibadah itu hukumnya sunnah (mustahab) dengan berpedoman pada Hadits-Hadits di atas. Adapun ragam ibadah pada malam itu dapat berupa sholat yang tidak ditentukan jumlah rakaatnya secara terperinci, membaca Al Quran, dzikir, berdo’a, membaca tasbih, membaca sholawat Nabi (secara sendirian atau berjamaah), membaca atau mendengarkan Hadits, dan lain-lain

Ma’aasyirol Muslimin dan saudara-saudaraku seluruh rakyat NKRI yang saya hormati

Dalam rangkaian beragam amalan ibadah dimalam nishfu sya’ban, kita kaum muslimin harus mengikuti aturan/tata cara tuntunan dari Nabi SAW.

Rasululloh SAW telah memerintahkan untuk memperhatikan malam Nisyfi Sya’ban, dan bobot berkahnya beramal sholeh pada malam itu,

Diceritakan oleh Sayyidina Ali Rodliallahu anhu, Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam bersabda: “Jika tiba malam Nisyfi Sya’ban, maka bersholatlah di malam harinya dan berpuasalah di siang harinya karena sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala menurunkan rahmatnya pada malam itu ke langit dunia, yaitu mulai dari terbenamnya matahari. Lalu Dia berfirman, ‘Adakah orang yang meminta ampun, maka akan Aku ampuni? Adakah orang meminta rizki, maka akan Aku beri rizki? Adakah orang yang tertimpa musibah, maka akan Aku selamatkan? Adakah begini atau begitu? Sampai terbitlah fajar.’” (HR. Ibnu Majah)

Malam Nishfu Sya’ban atau bahkan seluruh bulan Sya’ban sekalipun adalah saat yang tepat bagi seorang muslim untuk sesegera mungkin melakukan kebaikan. Malam itu adalah saat yang utama dan penuh berkah, maka selayaknya seorang muslim memperbanyak aneka ragam amal kebaikan. Doa adalah pembuka kelapangan dan kunci keberhasilan, maka sungguh tepat bila malam itu umat Islam menyibukkan dirinya dengan berdoa kepada Allah Subhanahu wata’ala. Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam mengatakan, “Doa adalah senjatanya seorang mukmin, tiyangnya agama dan cahayanya langit dan bumi.” (HR. Hakim).

Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam juga mengatakan, “Seorang muslim yang berdoa -selama tidak berupa sesuatu yang berdosa dan memutus famili-, niscaya Allah Subhanahu wata’ala menganugrahkan salah satu dari ketiga hal, pertama, Allah akan mengabulkan doanya di dunia. Kedua, Allah baru akan mengabulkan doanya di akhirat kelak. Ketiga, Allah akan menghindarkannya dari kejelekan lain yang serupa dengan isi doanya.” (HR. Ahmad dan Barraz).

Tidak ada tuntunan langsung dari Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam tentang doa yang khusus dibaca pada malam Nishfu Sya’ban. Begitu pula tidak ada petunjuk tentang jumlah bilangan sholat pada malam itu. Siapa yang membaca Al Quran, berdoa, bersedekah dan beribadah yang lain sesuai dengan kemampuannya, maka dia termasuk orang yang telah menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dan ia akan mendapatkan pahala sebagai balasannya.

Adapun kebiasaan yang berlaku di masyarakat, yaitu membaca Surah Yasin tiga kali, dengan berbagai tujuan, yang pertama dengan tujuan memperoleh umur panjang dan diberi pertolongan dapat selalu taat kepada Allah. Kedua, bertujuan mendapat perlindungan dari mara bahaya dan memperoleh keluasaan rikzi. Dan ketiga, memperoleh khusnul khatimah (mati dalam keadaan iman), itu juga tidak ada yang melarang, meskipun ada beberapa kelompok yang memandang hal ini sebagai langkah yang salah dan batil.

PENTING UNTUK DIFAHAMI

Dalam hal ini yang patut mendapat perhatian kita adalah beredarnya tuntunan-tuntunan Nabi tentang sholat di malam Nishfu sya’ban yang sejatinya semua itu tidak berasal dari beliau. Tidak berdasar dan bohong belaka. Salah satunya adalah sebuah riwayat dari Sayyidina Ali, “Bahwa saya melihat Rasulullah pada malam Nishfu Sya’ban melakukan sholat empat belas rekaat, setelahnya membaca Surat Al Fatihah (14 x), Surah Al Ikhlas (14 x), Surah Al Falaq (14 x), Surah Annas (14 x), ayat Kursi (1 x), dan satu ayat terkhir Surat At Taubah (1 x). Setelahnya saya bertanya kepada Baginda Nabi tentang apa yang dikerjakannya, Beliau menjawab, “Barang siapa yang melakukan apa yang telah kamu saksikan tadi, maka dia akan mendapatkan pahala 20 kali haji mabrur, puasa 20 tahun, dan jika pada saat itu dia berpuasa, maka ia seperti berpuasa dua tahun, satu tahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Dan masih banyak lagi hadits palsu lainnya yang beredar di tengah-tengah kaum muslimin. (Disarikan dari “Madza fi Sya’ban”, karya Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki, Muhadditsul Haromain).

Ma’aasyirol Muslimin dan saudara-saudaraku seluruh rakyat NKRI yang saya hormati

PENTING UNTUK DIFAHAMI

Cara Menghitung Jumlah Hari Bulan Sya’ban

Umat Islam seyogyanya menghitung bulan Sya’ban sebagai persiapan memasuki Ramadhan. Karena satu bulan itu terkadang dua puluh sembilan hari dan terkadang tiga puluh hari, maka berpuasa (itu dimulai) ketika melihat hilal bulan Ramadhan. Jika terhalang awan hendaknya menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.

Karena Allah Swt. menciptakan langit-langit dan bumi serta menjadikan tempat-tempat tertentu agar manusia mengetahui jumlah tahun dan hisab. Satu bulan tidak akan lebih dari tiga puluh hari.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu,

Ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Puasalah kalian karena melihat hilal, dan berbukalah karena melihat hilal. Jika kalian terhalangi awan, sempurnakanlah bulan Sya’ban tiga puluh hari.” (Hadits Riwayat Bukhari 4/106 dan Muslim 1081).

Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma, (bahwasanya) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Janganlah kalian puasa hingga melihat hilal, jangan pula kalian berbuka hingga melihatnya (hilal). Jika kalian terhalangi awan, hitunglah bulan Sya’ban.” (Hadits Riwayat Bukhari 4/106 dan Muslim 1080).

Dari Adi bin Hatim Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: Jika datang bulan Ramadhan puasalah tiga puluh hari, kecuali kalian melihat hilal sebelum hari ke tiga puluh.” (Hadits Riwayat At-Thahawi dalam Musykilul Atsar No. 501, Ahmad 4/377, At-Thabrani dalam Al-Kabir 17/171. Dalam sanadnya ada Musalin bin Sa’id, beliau dhaif sebagaiamana dikatakan oleh Al-Haitsami dalam Majma Az-Zawaid 3/146, akan tetapi hadits ini mempunyai banyak syawahid, lihat Al-Irwaul Ghalil 901, karya Syaikhuna Al-Albany Hafidhahullah).

Ketiga hadits ini menyebutkan bahwa jumlah setiap bulan hijriyah itu antara dua puluh sembilan hari sampai tiga puluh hari, tidak lebih. Dan Rasulullah Saw. telah memesankan kepada kita umat Muslim untuk memperhatikan hilal, jika hilal sudah terlihat maka laksanakanlah shaum tapi jika langit terhalangi awan dan menyebabkan hilal tidak terlihat maka sempurnakanlah jumlah harinya menjadi tiga puluh hari.

Demikian semoga bermanfaat didunia menuju kebahagiaan diakhirat, aamiin YRA, Ilaahiy Anta Maqsuudiy,,, Wa RidhooKA Mathluubiy,,, Wa Hadaanalloohu Wa Iyyaakum Ajma’iin,,, Wassalaamu ‘Alaikum Warohmatulloohi Wa Barokaatuh, (Maulana Irsyad Midchol al-Bayaniy).

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here