TANAH BUMBU, PH-KRIMSUS : Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) adalah andalan pemasukan bagi tiap Daerah untuk memenuhi pembiayaan pembangunan masing masing daerah yang telah di susun dalam RUP tiap tahun, baik Tingkat Kabupaten, Propinsi maupun Pusat, tiap tiap daerah akan menggali berbagai potensi kekayaan alam maupun potensi lainnya agar pemasukan Daerah bisa memenuhi target pembangunan, diantara pemasukan daerah yaitu retribusi Parkir, IMB, PBB Pajak Galian C, Tambang Batubara, perkebunan, pelabuhan dan masih banyak lagi sektor lainnya, namun mekanisme pungutan retribusi harus di imbangi dengan petunjuk teknis pelaksanaan agar berbagai pihak yang berkaitan langsung dapat terlindungi dari intervensi yang berpotensi melanggar hukum.
Kabupaten Tanah bumbu salah satu Kabupaten Baru yang memiliki kekayaan alam begitu melimpah khususnya yang berkaitan langsung dengan pembangunan yaitu Kekayaan alam Batuan Golongan C, sehingga bahan baku alam untuk wilayah ini tidak begitu sulit di mana mana nampak kegiatan penambangan galian C, pelaku usaha dalam hal ini Kontraktor Konstruksi sangat mudah untuk memenuhi, dalam rangka penyeleseian pekerjaan konstruksi baik di swasta maupun proyek pemerintah. Akan tetapi ada yang janggal perihal kewajiban tentang Retribusi pajak Galian C tersebut, di duga Pihak DISPENDA yang sekarang menjelma menjadi BP2RD membebankan pajak galian C kepada Kontraktor dan ini sudah berlangsung beberapa tahun lamanya, padahal sesuai PERDA no 8 tahun 2011 Kewajiban Retribusi pajak Galian C bukan lah beban Kontraktor, sesuai Perda tersebut pada BAB 1 . Pasal 1 poin.9. Wajib Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau Badan yang mengambil Mineral Bukan Logam dan Batuan, jelas bukan Kontraktor namun pada kenyataanya beban tersebut tetap di bebankan kepada Pihak yang sama sekali bukan Bagian / Subjek yang berkaitan langsung dengan kegiatan penambangan Galian C tersebut, dan yang lebih parahnya lagi dimasukan dalam List syarat pencairan dana proyek sehingga ada kesan intervensi agar para kontraktor tidak bisa mengelak karena khawatir dokumen pencairan proyeknya tidak berlanjut atau mandeg. Saat awak media mengkonfirmasi perihal persayaratan tersebut ke Kepala BPKAD Rosswandi Salem S.sos.MM melaui SMS ( 22/05/2018 ) menjelaskan bahwa “ syarat retribusi pajak masuk dalam List syarat pencairan dana adalah permintaan BP2RD dan Instruksi SEKDA ” Tuturnya, dan bukan termasuk kategori pungutan liar karena dananya masuk ke Kas daerah, justru menyalahkan kontraktor karena beli material di Kuwari yang tidak membayar pajak Galian C, dan beliau melanjutkan bawah hal tersebut di lakukan semata mata dalam upaya memenuhi target pemasukan daerah dan mencegah kebocoran pemasukan dari sektor Galian C dengan melibatkan peran serta kontraktor dalam berkontribusi ke Daerah melalui kewajiban membayar pajak Galian C “ tuturnya.
Lain halnya dengan pendapat Kepala BP2RD Adrianto Wicaksono, saat di konfirmasi melaui telepon seluler ( 22/05/2018 ) menyampaikan bahwa “ beliau adalah pendatang baru di BP2RD dan sedang mencari solusi terbaik menghadapi polemik ini, karna di satu sisi hal ini sudah terlanjur di berlakukan ke kontraktor di tahun tahun sebelumnya, beliau menyadari bahwa sangat riskan menghadapi situasi ini, karena telah membebankan pajak kepada pihak yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan Penambangan Galian C, akan tetapi belum bisa berbuat apa apa dan belum bisa menghentikan pungutan ini karena terkait dengan PAD, sekarang masih di koordinasikan dengan beberapa pihak untuk menyeleseikan masalah ini” ujarnya. Apapun bentuk retribusi maupun pajak baik itu perorangan maupun badan usaha sudah menjadi hal biasa asal ada payung hukumnya, bukan masalah besar kecilnya nominal pungutan dan bukan masalah keberatan atau tidak para pihak yang di pungut, akan tetapi pembelajaran tertib regulasi harus di tegakan apalagi Selaku Pemerintah Daerah dalam hal ini BP2RD yang semestinya memberi tauladan petunjuk teknis, mekanisme dan payung hukum berbagai pungutan retribusi maupun pajak. Sudah menjadi keharusan bahwa setiap pungutan harus ada rujukan hukumnya agar langkah yang di lakukan tidak bertolak belakang dengan Regulasi yang berlaku, ini jelas dan nyata bahwa kontraktor adalah korban dari keputusan sepihak menampatkan kontraktor sebagai Subjek/wajib pajak padahal bukan sebagai pelaku usaha penambangan Galian C, namun hanya sebagai konsumen saja. Para pihak yang punya kewajiban tuntuk membayar retribusi pajak Galian C adalah mereka yang melakukan kegiatan penambangan Galian C, terlepas ada ijin IUP OP /IPR atau tidak itu adalah tugas pihak lain yang berwenang menanganinya, dan perihal mereka mengemplang pajak retribusi tersebut semua sudah di atur dalam perda sebelumnya yaitu perda no 8 tahun 2011 mekanisme penangananya bukan justru mencari kambing hitam untuk menanggung bebannya, ini adalah contoh pelaksanaan regulasi yang kurang sehat yang justru di terapkan oleh pihak BP2RD dan BPKAD sebagai pemangku kebijakan.Tim